SHOLAT FARDHU
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
Fikih
Dosen Pengampu : Aab Abdul Malik, S.Pd.I
Disusun Oleh :
Mulyanitasari
Silpia Agustin
JURUSAN PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM KHARISMA
2018
Puji serta syukur
penyusun panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa ta’ala, yang berkat anugerah
dari-Nya penyusun mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Sholat Fardhu”
ini. Sholawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan agung Nabi Besar
Muhammad Shallallahu `alaihi wa Sallam yang menjadi rahmat bagi alam semesta.
Tidak lupa penyusun mengucapkan terimakasih kepada Bapak Aab Abdul Malik,
S.Pd.I selaku dosen mata kuliah Fikih.
Makalah ini disusun
guna memenuhi tugas mata kuliah Fikih dan juga untuk pembaca sebagai bahan
penambah pengetahuan serta informasi yang semoga bermanfaat juga agar
kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi
lebih baik lagi.
Akhir kata, penyusun sangat memahami apabila makalah
ini tentu jauh dari kata sempurna menyadari keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman penyusun, maka dari itu kritik dan saran yang membangun dari pembaca
sangat penyusun harapkan sebagai bahan koreksi untuk penyusun.
Sukabumi, 1 April 2018
Penyusun
PENDAHULUAN
Sholat merupakan
salah satu bentuk interaksi langsung antara manusia dengan tuhannya. Sebagai seorang muslim
dan muslimah tentunya kita sudah mengetahui, bahwa melaksanakan sholat
merupakan suatu kewajiban. Mengerjakannya pada awal waktu merupakan amalan yang
terbaik, sedang meninggalkannya merupakan perbuatan kufur. Rukun islam yang
kedua ini sebagai bentuk penghambaan kepada sang pencipta yakni Allah Subhanahu
wa ta’ala. Sebagai seorang muslim sudah sepatutnya kita untuk senantiasa
mematuhi segala perintahnya dan larangannya karena dengan demikian kita akan
menjadi manusia yang akan mendapatkan kebaikan baik di dunia maupun di akhirat.
Sholat merupakan
ibadah yang sangat penting bagi seorang muslim karena sholat merupakan induk
amal, apabila sholat kita baik maka amal yang lain juga Insya Allah akan baik
tetapi sebaliknya apabila sholat kita kurang baik maka amal yang lain pun akan
mengikutinya karena sholat adalah tiang agama. Oleh karenanya seoarng muslim
hendaknya terus memperbaiki sholatnya.
1.
Apa pengertian dan dasar hukum sholat fardhu ?
2.
Apa syarat dan rukun sholat fardhu ?
3.
Apa macam-macam sholat fardhu?
4.
Apa keutamaan sholat fardhu ?
1.
Mengetahui pengertian dan dasar hukum sholat fardhu.
2.
Mengetahui syarat dan rukun sholat fardhu.
3.
Mengetahui macam-macam sholat fardhu.
4.
Mengetahui keutamaan sholat fardhu.
PEMBAHASAN
Sholat
secara etimologi berarti do’a, sebagaimana difirmankan Allah :
عَلِيمٌ
سَمِيعٌ وَاللَّهُ ۗ لَهُمْ
سَكَنٌ صَلَاتَكَ إِنَّ ۖ عَلَيْهِمْ وَصَلِّ
“Berdo’alah
untuk mereka, karena sesungguhnya do’a kalian itu menjadikan ketentraman bagi
jiwa mereka.” [At-Taubah:
103]
Adapun menurut istilah
sholat adalah suatu perbuatan serta perkataan yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam sesuai dengan persyaratkan yang ada. Secara lahiriah sholat
berarti beberapa ucapan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan diakhiri
dengan salam, yang dengannya kita beribadah kepada Allah menurut syarat-syarat
yang telah ditentukan. Adapun secara hakikinya ialah berhadapan hati (jiwa)
kepada Allah yang mendatangkan takut kepada-Nya serta menumbuhkan didalam jiwa
rasa kebesarannya dan kesempurnaan kekuasaan-Nya.
Kewajiban atau perintah untuk mendirikan sholat
sebagaimana dalam firman Allah SWT dan dalam beberapa hadits berikut ini :
وَاَقِمِ الصَّلاَةَ
اِنَّ الصَّلاَةَ تَنْهى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنْكَرِ... (سورة العنكبوت : ٤٥
)
“Dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar.”
[QS Al-Ankabut: 45]
وَ
اَقِمِ الصّلوةَ لِذِكْرِيْ
….
dirikanlah sholat untuk mengingat-Ku.
[QS. Thaahaa : 14]
فَاَقِيْمُوا الصَّلوةَ، اِنَّ الصَّلوةَ كَانَتْ عَلَى
اْلمُؤْمِنِيْنَ كِتَابًا مَوْقُوْتًا
Maka dirikanlah sholat, sesungguhnya sholat itu adalah kewajiban yang telah ditentukan waktunya
atas orang-orang yang beriman. [QS. An-Nisaa' : 103]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ ص: بُنِيَ
اْلاِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ اَنْ لاَ اِلهَ اِلاَّ اللهُ وَ اَنَّ
مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَ اِقَامِ الصَّلاَةِ، وَ اِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَ
حَجّ اْلبَيْتِ وَ صَوْمِ رَمَضَانَ. احمد و البخارى و مسلم، فى نيل الاوطار
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Islam itu terdiri atas lima rukun. Mengakui
bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah, dan sesungguhnya Muhammad itu adalah utusan Allah, mendirikan sholat, menunaikan zakat, hajji ke
Baitullah dan puasa Ramadhan.” [HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz 1, hal. 333]
Begitu pula
semua kaum muslim telah sepakat bahwa Allah SWT telah mewajibkan sholat lima
waktu kepada mereka dalam sehari semalam. Sholat tidak diwajibkan kepada
orang-orang gila dan kafir. Golongan yang menyatakan bahwa mereka adalah
sebagai orang-orang kafir, berdasarkan hadits Jabir, bahwa Rasulullah bersabda
:
“Yang membedakan antara seorang muslim dengan
seorang kafir adalah karena meninggalkan sholat”.(HR. Jamaah)
Sebagaiman juga
mereka berdalil dengan hadits Ubadah bin Shamit, yaitu:
“Saya mendengar Rasulullah saw bersabda , ada lima sholat
yang telah Allah SWT wajibkan kepada hambanya, barang siapa yang menepatinya
dan tidak meninggalkan sedikitpun karena menyepelekannya, maka niscaya Allah
telah memiliki janji untuk memasukan dirinya ke dalam surganya. Dan barang
siapa yang tidak menepati, maka Allah tidak memiliki kepadanya, jika dia
berkehendak dia menyiksanya dan jika berkehendak dia mengampuninya”.(HR. Ahmad).
1.
Syarat wajib sholat maksudnya adalah syarat-syarat
atau hal-hal yang menjadikan seseorang diwajibkan melaksanakan sholat. Syarat
wajib itu adalah:
a) Beragama Islam
b) Baligh
c) Suci dari haid dan
nifas bagi perempuan
d) Berakal sehat
e) Telah sampai dakwah
Islam kepadanya.
f) Melihat atau mendengar,
bagi yang buta dan tuli sejak lahir tidak dituntut dengan hukum karena ia tidak
bisa belajar hukum Islam tersebut.
2.
Syarat sah sholat, adalah sesuatu yang harus
dipenuhi sebelum melakukan sholat sehingga hukum sholat menjadi sah. Syarat sah
tersebut adalah:
a)
Suci dari hadas besar dan hadas kecil
b)
Suci badan, pakaian dan tempat dari najis
c)
Menutup aurat
d)
Masuk waktu sholat
e)
Menghadap kiblat
f)
Mengetahui cara-cara mengerjakan sholat
g) Tidak melakukan sesuatu
yang dapat membatalkan sholat.
1. Fardhu ‘Ain
a.
Sholat lima waktu
Ini merupakan jenis sholat fardhu
(wajib) yang dikerjakan sebanyak lima kali dalam sehari bagi setiap umat muslim/mukallaf,
kecuali bagi mereka yang berhalangan dikarenakan sebab-sebab tertentu seperti
datangnya haid pada wanita.
Perintah
untuk mengerjakan sholat lima waktu bermula dari peristiwa penting Tahun Baru
dalam Islam yaitu isra’ dan mi’raj yang dialami oleh Nabi Muhammad Sholallahu
Alaihi Wassalam yang terjadi pada tanggal 27 Rajab 621 M, atau sekitar 3 tahun
sebelum hijrah.
Dari
Annas bin Malik ra
“Telah difardhukan kepada Nabi SAW sholat
pada malam beliau diisra`kan 50 sholat. Kemudian dikurangi hingga tinggal 5 sholat
saja. Lalu diserukan, “Wahai Muhammad, perkataan itu tidak akan tergantikan.
Dan dengan lima sholat ini sama bagi mu dengan 50 kali sholat.“(HR Ahmad,
An-Nasai dan dishahihkan oleh At-Tirmizy).
Dalam
sebuah hadist Rasulullah sholallahu Alaihi Wassalam pernah bersabda yang
artinya:
“Amalan seorang hamba
yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat adalah sholat. Jika sholatnya baik
maka baiklah seluruh amalannya dan jika buruk maka buruklah seluruh amalannya.”
(HR. Thabraani)
Dan
sebelum Rasulullah wafat pun, beliau berpesan:
“Jagalah sholat,
jagalah sholat dan berlaku baiklah terhadap budak-budak yang kamu miliki.”
(HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani).
Pembagian
waktu sholat fardhu adalah sebagai berkut:
1)
Sholat
Subuh, merupakan bagian dari sholat lima waktu yang dikerjakan di permulaan
hari, yaitu menjelang terbit fajar hingga sebelum terbit matahari. Sholat ini
dikerjakan sebanyak 2 rakaat.
2)
Sholat
dzuhur, wajib (fardhu) ini dikerjakan mulai tergelincirnya matahari hingga
masuk waktu ashar. Sholat ini dikerjakan sebanyak 4 rakaat.
3)
Sholat
ashar, waktu pengerjaan sholat wajib ini adalah pada saat bayangan suatu benda
melebihi panjang benda itu sendiri atau dua kali lebih panjang dari benda itu
sendiri. Sholat ashar dikerjakan sebanyak 4 rakaat.
4)
Sholat
magrib, diawali pada saat terbenamnya matahari hingga datangnya waktu sholat
isya’. Sholat magrib dikerjakan sebanyak 3 rakaat.
5)
Sholat
isya’, dikerjakan sebanyak 4 rakaat yang pelaksanaanya dimulai ketika cahaya
merah (syafaq) di langit Barat telah menghilang hingga terbitnya fajar shadiq
keesokan harinya.
Sholat mempunyai rukun-rukun yang harus dilakukan
sesuai dengan aturan dan ketentuannya, sehingga apabila tertinggal salah satu
darinya, maka hakikat sholat tersebut tidak mungkin tercapai dan sholat itu pun
dianggap tidak sah menurut syara`. Menurut Sayyid Sabiq, yang termasuk rukun sholat ada 9
macam, yaitu:
1) Niat, hal ini berdasarkan kepada firman Allah SWT:
وَمَااُوْمِرُوااِلّاَلِيُعْبُدُواالله مُخْلِصِيْنَ
لَهُ الدِّيْنَ خُنَفَآءَوَيُقِيْمُواالصَّلَوةَوَيُؤْتُواالزَكَوةَوَذَلِكَ
دِيْنُ القَيِّمَةِ
Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan sholat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah
agama yang lurus. (al-Bayyinah: 98).
2)
Takbiratul
Ihram, hal ini berdasarkan hadist dari Ali RA berikut:
عن علي أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: مفتاح الصلاة الطهور، وتحريمها
التكبير، وتحليلها التسليم (رواه الدارم
Artinya:
Dari Ali RA, Nabi Muhammad SAW bersabda,
kunci sholat bersuci, pembukaannya membaca takbir dan penutupannya adalah
membaca salam. (HR. Ad-Darimi).
Takbiratul ihram ini hanya dapat dilakukan dengan membaca lafadz Allahu
Akbar.
3) Berdiri pada saat mengerjakan sholat fardhu,
hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:
عن عمران بن حسين قال: كانت بي بواسير، فسألت النبي صلى
الله عليه وسلم عن الصلاة؟ فقال: صل قائما، فإن لم تستطع فقاعدا، فإن لم تستطع
فعلى جنب (رواه البخاري
Artinya: Dari Imran bin Husain RA berkata, aku menderita penyakit
ambien, lalu aku bertanya kepada Nabi SAW mengenai cara mengerjakan sholat yang
harus aku lakukan, Nabi SAW bersabda, “Sholatlah
dalam keadaan berdiri, jika engkau tidak mampu, maka laksanakan dalam keadaan
duduk, jika engkau tidak mampu melakukannya, maka kerjakanlah dalam keadaan
berbaring”. (H.R. Bukhari).
4) Membaca al-Fatihah
Ada beberapa hadits shahih yang menyatakan kewajiban
membaca surat al-Fatihah pada setiap rakaat, baik pada saat mengerjakan sholat
fardhu maupun sholat sunnah. Diantaranya:
عن عبادة بن الصامت يبلغ به النبي صلى الله عليه وسلم لا
صلاة لمن لم يقرأ بفاتحة الكتاب (رواه مسلم
Artinya:
Dari Ubadah bin Shamit RA, Nabi SAW bersabda, “Tidak sah sholat seseorang yang tidak membaca surah Fatihatul-Kitab”.
(H.R. Muslim).
Dalam Mazhab Syafi`i, basmalah merupakan satu ayat dari pada surah
al-Fatihah, maka membaca bismillah hukumnya adalah wajib.
5) Ruku’, kefardhuanya telah diakui secara ijma`, berdasarkan
firman Allah SWT:
يَأَيُّهَاالَّذِيْنَ
أمَنُوااَرْكَعُواوَاسْجُدُواوَاعْبُدُوارَبَّكُمْ وافْعَلُواالخَيْرَلَعَلَّكُمْ
تُفْلِحُوْنَ
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah
kamu, sujudlah kamu, sembahlah tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu
mendapat kemenangan. (QS. al-Hajj: 77).
Ruku’ dikatakan sempurna jika dilakukan dengan cara membungkukkan tubuh,
dimana kedua tangan dapat mencapai dan memegang kedua lutut.
6)
Bangkit dari ruku’ dan berdiri lurus (i’tidal) disertai thuma’ninah.
7) Sujud
Anggota-anggota sujud adalah
kening, hidung, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua telapak kaki.
8) Duduk yang terakhir sambil membaca tasyahud.
9)
Memberi salam
Mayoritas ulama berpendapat
bahwa memberi salam yang pertama adalah wajib, sedangkan salam yang kedua
hukumnya adalah sunnah. Ibnu Munzir mengatakan para ulama berijma’ bahwa
seseorang dibolehkan mengucapkan satu kali salam saja ketika dalam sholatnya.
Para ulama mazhab yang empat berbeda pendapat dalam
menetapkan rukun sholat. Namun dari pendapat
Imam Mazhab Yang Empat dapat dilihat bahwa ada beberapa hal yang mereka
sepakati wajib dikerjakan dalam sholat, yaitu:
1) Takbiratul ihram
2) Berdiri
3) Membaca al-Fatihah
4) Ruku.
5) Sujud
6) Membaca salam
7)
Tertib
b.
Sholat Jum’at
Hukum sholat
Jum’at adalah wajib dengan dasar Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma. Adapun dalil dari
Al-Qur’an adalah firman Allah
yang
artinya, “Hai orang-orang yang beriman,
apabila diseru untuk menunaikan sholat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu
kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. Al-Jum’ah: 9)
Dalam ayat ini Allah
memerintahkan untuk menunaikannya. Padahal perintah –dalam istilah ushul fiqh–
menunjukkan kewajiban. Demikian juga larangan sibuk berjual-beli setelah ada
panggilan sholat, menunjukkan kewajibannya; sebab seandainya bukan karena
wajib, tentu hal itu tidak dilarang. Sedangkan dalil dari Sunnah, ialah sabda
Rasulullah,
لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمْ الْجُمُعَاتِ
أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنْ
الْغَافِلِينَ
“Hendaklah
satu kaum berhenti dari meninggalkan sholat Jum’at, atau kalau tidak, maka
Allah akan mencap hati-hati mereka, kemudian menjadikannya termasuk orang yang
lalai.” (HR. Imam Muslim dalam
Shahih-nya, kitab Al Jum’ah, Bab At Taghlith Fi Tarki Al Jum’ah, no.1422)
Hal ini dikuatkan lagi
dengan kesepakatan (Ijma) kaum muslimin atas kewajibannya, sebagaimana hal itu dinukil
para ulama, diantaranya: Ibnu Al Mundzir, Ibnu Qudamah dan Ibnu Taimiyah.
1)
Orang-orang yang Diwajibkan Melaksanaka Sholat
Jum’at
Syaikh Al Albani
berkata, “Sholat Jum’at wajib atas setiap
mukallaf, wajib atas setiap orang yang baligh, berdasarkan dalil-dalil tegas
yang menunjukkan sholat Jum’at wajib atas setiap mukallaf dan dengan ancaman
keras bagi meninggakannya.”
Sholat Jum’at diwajibkan
kepada setiap muslim, kecuali yang memiliki udzur syar’i, seperti budak belian,
wanita, anak-anak, orang sakit dan musafir, berdasarkan hadits Thariq bin
Syihab dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Beliau bersabda,
الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي
جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً عَبْدٌ مَمْلُوكٌ أَوْ امْرَأَةٌ أَوْ صَبِيٌّ أَوْ
مَرِيضٌ
“Sholat
Jum’at wajib bagi setiap muslim dalam berjama’ah, kecuali empat: hamba sahaya,
wanita, anak-anak atau orang sakit.”
Sedangkan tentang hukum
musafir, para ulama masih berselisih sebagai orang yang tidak diwajibkan sholat
Jum’at, dalam dua pendapat, yaitu,
Pertama. Musafir tidak diwajibkan sholat
Jum’at. Demikian ini pendapat jumhur Ulama (Bidayat Al Mujtahid Wan Nihayah Al
Muqtashid, karya Ibnu Rusyd Al Qurthubi, Cetakan Kesepuluh, Tahun 1408 H, Dar
Al Kutub Al ‘Ilmiyah, Bairut, hlm. 1/157), dengan dasar bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam seluruh safarnya tidak pernah melakukan sholat
Jum’at, padahal bersamanya sejumlah sahabat Beliau. Hal ini dikuatkan dengan
kisah haji Wada, sebagaimana disampaikan oleh Jabir bin Abdillah dalam hadits
yang panjang.
“Lalu
beliau mendatangi Wadi dan berkhutbah. Kemudian Bilal beradzan, kemudian iqamah
dan sholat Dhuhur, kemudian iqamah dan sholat Ashar, dan tidak sholat sunnah
diantara keduanya..” (Potongan hadits riwayat Muslim dalam Shahih-nya, kitab Al Hajj, Bab
Hajat An Nabi, no. 2137)
Kedua. Wajib melakukan sholat
Jum’at. Demikian ini pendapat madzhab Dzahiriyah, Az Zuhri dan An-Nakha’i.
Mereka berdalil dengan keumuman ayat dan hadits yang mewajibkan sholat Jum’at
dan menyatakan, tidak ada satupun dalil shahih yang mengkhususkannya hanya
untuk muqim.
Dari kedua pendapat
tersebut, maka yang rajih adalah pendapat pertama, dikarenakan kekuatan dali
yang ada. Pendapat inilah yang dirajihkan Ibnu Taimiyah, sehingga setelah
menyampaikan perselisihan para ulama tentang kewajiban sholat Jum’at dan ‘Ied
bagi musafir, ia berkata, “Yang jelas benar adalah pendapat pertama. Bahwa hal
tersebut tidak disyari’atkan bagi musafir, karena Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam telah bepergian dalam banyak safar, telah berumrah tiga kali
selain umrah ketika hajinya dan berhaji haji wada bersama ribuan orang, serta
telah berperang lebih dari dua puluh peperangan, namun belum ada seorangpun
yang menukilkan bahwa Beliau melakukan sholat Jum’at, dan tidak pula sholat Id
dalam safar tersebut; bahkan Beliau sholat dua raka’at saja dalam seluruh
perjalanan (safar)nya.” Demikian juga, pendapat ini dirajihkan Ibnu Qudamah dan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin.
Demikian juga orang yang memiliki udzur
yang dibenarkan syar’i, termasuk orang yang tidak diwajibkan menghadiri sholat
Jum’at. Orang
yang mendapat udzur, tidak wajib sholat Jum’at, tetap wajib menunaikan sholat sholat
Dhuhur, bila termasuk mukallaf. Karena asal perintah hari Jum’atadalah sholat
Dhuhur, kemudian disyari’atkan sholat Jum’at kepada setiap muslim yang mukallaf
dan tidak memiliki udzur, sehingga mereka yang tidak diwajibkan sholat, Jum’at
masih memiliki kewajiban dalam Dzuhur.
2)
Waktu Melaksanakan Sholat Jum’at
Waktu
sholat Jum’at dimulai dari tergelincir matahari sampai akhir waktu sholat
Dhuhur. Inilah waktu yang disepakati para ulama, sedangkan bila dilakukan
sebelum tergelincir matahari, maka para ulama berselisih dalam dua pendapat.
Pertama. Tidak sah. Demikian pendapat jumhur Ulama dengan
argumen sebagai berikut:
·
Hadits Anas bin Malik, ia
berkata,
“Sesungguhnya
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sholat Jum’at ketika matahari condong
(tergelincir).” (HR. Bukhori).
·
Hadits Salamah bin Al Aqwa,
ia berkata,
“Kami
sholat Jum’at bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika tergelincir
matahari, kemudian kami pulang mencari bayangan (untuk berlindung dari panas).” (HR. Muslim).
Inilah yang
dikenal dari para salaf, sebagaimana dinyatakan Imam Asy-Syafi’i; “Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Umar, Utsman dan para imam setelah
mereka, sholat setiap Jum’at setelah tergencilir matahari.”
Kedua. Sah, sholat
Jum’at sebelum tergelincir matahari. Demikian pendapat Imam Ahmad dan Ishaq, dengan
argumen sebagai berikut:
·
Hadit Salamah bin Al-Aqwa,
ia berkata:
كُنَّا نُجَمِّعُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا زَالَتْ الشَّمْسُ ثُمَّ نَرْجِعُ نَتَتَبَّعُ الْفَيْءَ
“Kami sholat
Jum’at bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jika tergelincir matahari,
kemudian kami pulang mencuri bayangan untuk (berlindung dari panas).” (HR Muslim).
·
Hadits Sahl bin Sa’ad, ia berkata,
مَا كُنَّا نَقِيلُ وَلَا نَتَغَدَّى إِلَّا بَعْدَ
الْجُمُعَةِ
“Kami tidak
tidur dan makan siang, kecuali setelah Jum’at.” (HR Bukhori).
·
Hadits Jabir bin Abdillah ketika ia ditanya,
مَتَى كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ يُصَلِّي الْجُمُعَةَ قَالَ كَانَ يُصَلِّي ثُمَّ نَذْهَبُ إِلَى جِمَالِنَا
فَنُرِيحُهَا حِينَ تَزُولُ الشَّمْسُ
“Kapan Rasulullah sholat
Jum’at, ia menjawab, “Beliau sholat Jum’at, kemudian kami kembali ke onta-onta
kami, lalu menungganginya ketika matahari tergelincir.” (HR. Muslim).
Syaikh
Al-Albani berkata, “Ini jelas menunjukkan, bahwa sholat Jum’at dilakukan
sebelum tergelincir matahari.” (Al Ajwiba An Nafi’ah, op.cit 22)
Dari pendapat-pendapat tersebut, yang rajih adalah pendapat
kedua, yaitu waktu sholat Jum’at adalah waktu Dzuhur, dan sah bila dilakukan sebelum tergelincir matahari, sebagaimana
dirajjihkan Imam Asy Syaukani dan Syaikh
Al Albani.
3)
Syarat Sah Sholat Jum’at
·
Dilakukan di tempat-tempat tertentu
·
Diikuti setidaknya oleh 40 orang laki-laki
·
Dilaksanakan pada waktu dzuhur
·
Didahului dengan dua khutbah
4)
Rukun Sholat Jum’at
Rukun-rukun sholat Jum’at tidak berbeda dengan
rukunrukun sholat maktubah yang lain. Para ulama’pun beragam dalam
memformulasikan rukun-rukun sholat Jum’at tersebut. Rukun ini oleh Syafi’i
dibagi kepada dua klasifikasi, fi’liyah dan qauliyah. Rukun fi’liyah merupakan
sesuatu rukun yang sifatnya gerakan-gerakan tertentu oleh mushalli. Sedangkan
rukun qauliyah adalah ucapan-ucapan tertentu dalam sholat.
Adapun rukun sholat Jum’at adalah sebagai berikut:
·
Khutbah dua kali yang duduk diantara keduanya
·
Sholat dua raka’at, dengan berjama’ah
Dalam
melaksanakan khutbah terdapat rukun-rukun yang harus dilakukan yaitu :
·
Memuji kepada Allah dengan melafadkan kata-kata
pujian
·
Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad
·
Berwasiat kepada hadirin untuk taqwa
·
Mendo’akan kepada semua orang mukmin
·
Membaca al-Qur’an.
Syarat-syarat
yang harus dilakukan khatib sebelum khutbah dilaksanakan adalah:
·
Sudah masuk waktunya
·
Mendahulukan dua khutbah sebelum sholat Jum’at
·
Berdiri dalam khutbah
·
Duduk diantara kedua khutbah, serta tenang
·
Suci dari hadats dan najis pada pakaian, badan dan
tempat
·
Diucapkan dalam bahasa Arab (dalam rukun khutbah)
2.
Fardhu Kifayah
a. Sholat Jenazah
Salah satu
kewajiban seorang muslim dengan saudara muslim lainnya adalah sholat jenazah.
Apabila di suatu daerah atau perkampungan ada orang yang meninggal dunia maka
orang disekitarnya yang mengetahui terhadap kejadian tersebut diwajibkan untuk
mengurusi jenazahnya sampai tertib mulai dari memandikan, mengkafani,
mensholatkannya hingga menguburkan mayit tersebut. Apalagi mengenai
mensholatkan jenazah yang memiliki hukum fardhu kifayah dalam arti apabila
tidak ada yang melaksanakan maka semuanya berdosa. Akan tetapi bila ada
diantaranya salah seorang yang mengerjakan maka gugurlah dosa tersebut. Namun
bukan berarti sholat jenazah hanya cukup dilakukan satu orang saja karena
pernyataan tersebut hanya sebagai penggugur kewajiban agar semuanya tidak
terkena dosa, sebab lebih bagus apabila ada yang meninggal mayitnya disholatkan
secara sama-sama berjamaah dengan muslim lainnya.
Secara teknis
memang sholat jenazah ini berbeda dengan sholat pada umumnya yang dilakukan
sehari-hari oleh umat muslim. Sholat jenazah dikerjakan dengan empat kali
takbir Sholat tanpa ruku’ dan sujud serta tanpa adzan dan iqamat.
Adapun
syarat-syarat sholat jenazah:
1)
Sholat jenazah sama halnya dengan sholat lainnya,
yaitu : haruslah menutup aurat, suci dari najis/ hadas besar dan kecil, suci
badan maupun pakaian, dan tempatnya harus menghadap kiblat.
2)
Sebelum melakukan sholat jenazah, mayit sudah
dimandikan dan dikafani.
3) Letak jenazah atau
mayit sebelah kiblat orang yang menyalatinya, terkecuali kalau sholat
dikerjakan di atas kubur atau sholat ghaib.
Dan berikut
rukun sholat jenazah:
1)
Niat, menyengaja melakukan sholat atas mayit dengan
empat takbir, menghadap kiblat karena Allah. adapun
Lafadz Niat
Sholat Jenazah Untuk Laki-laki :
اُصَلِّى عَلَى
هَذَاالْمَيِّتِ اَرْبَعَ تَكْبِرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ اِمَامًا / مَأْمُوْمًا
ِللهِ تَعَالَى
Saya niat (mengerjakan) sholat atas mayit ini empat kali takbir fardhu
kifayah karena menjadi makmum karena Allah Ta’ala.
Lafadz Niat Sholat
Jenazah Untuk Perempuan :
اُصَلِّى عَلَى
هَذِهِ الْمَيِّتَةِ اَرْبَعَ تَكْبِرَاتٍ فَرْضَ الْكِفَايَةِ اِمَمًا /
مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى
Saya niat sholat atas mayit perempuan ini empat kali takbir fardhu
kifayah karena menjadi makmum karena Allah Ta’ala.
2) Setelah membaca niat dilanjutkan dengan takbiratul
ihram.
3)
Setelah takbir kedua, dilanjutkan membaca shalawat kepada baginda
rasulullah saw.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ
عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى
مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَآلِ
إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Ya Allah, berilah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad,
sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim.
Sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia. Dan berilah berkat kepada
Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau memberi berkat kepada
Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha terpuji lagi Maha Mulia.
4) Setelah takbir ke tiga, kemudian dilanjutkan membaca
doa berikut ini :
اللّهمّ اغْفِرْ لَهُ (هَا) وَارْحَمْهُ (هَا) وَعَافِيْهِ (هَا) وَاعْفُ
عَنْهُ (هَا) وَاَكْرِمْ نُزُلَهُ (هَا) وَوَسِّعْ مَدْخََلَهُ (هَا) وَاَغْسِلْهُ
(هَا) بِالْمَآءِ وَالثّلْجِ والْبَرَدِ وَنَقِّهِ (هَا) مِنَ الْخَطَايَا كَمَا
يُنَقَّى الثّّوْبُ الْاَبْيَضُ مِنَ الدّنَسِ و اَبْدِلْهُ (هَا) دَارًا خَيْرًا
مِنْ دَارِهِ (هَا) وَ اَهْلاً خَيْرًا مِنْ اَهْلِهِ (هَا) وَزَوْجٍا خَيْرًا
مِنْ زَوْجِهِ (هَا) وَقِهِ فِتْنَةَ القَبْرِ وعَذَابَ النارِ
“Ya Allah
ampunilah dia (mayat) berilah rahmat kepadanya,
selamatkanlah dia (dari beberapa hal yang tidak disukai), maafkanlah dia dan
tempatkanlah di tempat yang mulia (Surga), luaskan kuburannya, mandikan dia
dengan air salju dan air es. Bersihkan dia dari segala kesalahan, sebagaimana
Engkau membersihkan baju yang putih dari kotoran, berilah rumah yang lebih baik
dari rumahnya (di dunia), berilah keluarga (atau istri di Surga) yang lebih
baik daripada keluarganya (di dunia), istri (atau suami) yang lebih baik
daripada istrinya (atau suaminya), dan masukkan dia ke Surga, jagalah dia dari
siksa kubur dan Neraka.”
5) Selesai takbir ke-empat, maka membaca doa, berikut :
اللّهُمّ لاَ تَحْررِمْنَا اَجْرَهُ (هَا) وَ لاَ تََفْْتِنّاََ بَعْدَهُ
(هَا) وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ (هَا) وَلِإِخْوانِناََ اّلَذِيْنَ سَبَقُوْنَ
بِالْإِيْمَانِ وَ لاَ تَجْعَلْ فِى قُلُوْبِناَ غِلاًّ لِلَّذِيْنَ آمَنُوا
رَبّنَا إِنّكَ رَءُوْفٌ رَحِيْمٌ
“Ya Allah,
janganlah Engkau haramkan Kami dari pahalanya, dan janganlah Engkau beri fitnah
pada kami setelah kematiannya serta ampunilah kami dan dia, dan juga bagi
saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan janganlah
Engkau membiarkan kedengkian terhadap orang-orang yang beriman (berada) dalam
hati kami. Wahai Rabb kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang.”
Sholat
fardhu memiliki keutamaan yang begitu besar. Berikun penjelasannya dari dalil-dalil
yang sahih.
1.
Sholat
adalah sebaik-baik amalan setelah dua kalimat syahadat.
Ada hadits
muttafaqun ‘alaih sebagai berikut,
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ سَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه
وسلم- أَىُّ الْعَمَلِ أَفْضَلُ قَالَ « الصَّلاَةُ لِوَقْتِهَا ». قَالَ قُلْتُ
ثُمَّ أَىٌّ قَالَ « بِرُّ الْوَالِدَيْنِ ». قَالَ قُلْتُ ثُمَّ أَىٌّ قَالَ «
الْجِهَادُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ».
Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, amalan
apakah yang paling afdhol?” Jawab beliau,
“Sholat pada waktunya.” Lalu aku bertanya lagi, “Terus apa?” “Berbakti pada orang tua“, jawab Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. “Lalu apa lagi”, aku bertanya kembali. “Jihad di jalan Allah“, jawab beliau.
(HR. Bukhari no. 7534 dan Muslim no. 85)
2.
Sholat lima waktu mencuci dosa
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ ،
يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا ، مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِى مِنْ
دَرَنِهِ » . قَالُوا لاَ يُبْقِى مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا . قَالَ « فَذَلِكَ
مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ ، يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا »
“Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat
pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap
hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan sholat lima
waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Bukhari no. 528 dan Muslim
no. 667)
Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu,
مَثَلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ كَمَثَلِ نَهَرٍ جَارٍ
غَمْرٍ عَلَى بَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ مِنْهُ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسَ مَرَّاتٍ ».
قَالَ قَالَ الْحَسَنُ وَمَا يُبْقِى ذَلِكَ مِنَ الدَّرَنِ
“Permisalan sholat yang lima waktu itu seperti sebuah
suangi yang mengalir melimpah di dekat pintu rumah salah seorang di antara
kalian. Ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali.” Al Hasan berkata,
“Tentu tidak tersisa kotoran sedikit pun (di badannya).” (HR. Muslim no.
668).
Dua hadits di atas menerangkan tentang keutamaan sholat
lima waktu di mana dari sholat tersebut bisa diraih pengampunan dosa. Namun hal
itu dengan syarat, sholat tersebut dikerjakan dengan sempurna memenuhi syarat,
rukun, dan aturan-aturannya. Dari sholat tersebut bisa menghapuskan dosa kecil
-menurut jumhur ulama-, sedangkan dosa besar mesti dengan taubat. Lihat
Nuzhatul Muttaqin Syarh Riyadhis Sholihin karya Syaikh Musthofa Al Bugho dkk,
hal. 409.
3.
Sholat lima waktu menghapuskan dosa
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الصَّلَوَاتُ
الْخَمْسُ وَالْجُمُعَةُ إِلَى الْجُمُعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ
مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ
“Di antara sholat yang lima waktu,
di antara Jumat yang satu dan Jumat lainnya, di antara Ramadhan yang satu dan
Ramadhan lainnya, itu akan menghapuskan dosa di antara keduanya selama
seseorang menjauhi dosa-dosa besar.” (HR. Muslim no. 233).
4.
Sholat adalah cahaya di dunia dan akhirat
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ حَافَظَ
عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُوراً وَبُرْهَاناً وَنَجَاةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَمَنْ
لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يَكُنْ لَهُ نُورٌ وَلاَ بُرْهَانٌ وَلاَ نَجَاةٌ
وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ وَفِرْعَوْنَ وَهَامَانَ وَأُبَىِّ
بْنِ خَلَفٍ
“Siapa yang menjaga sholat lima waktu, baginya cahaya,
bukti dan keselamatan pada hari kiamat. Siapa yang tidak menjaganya, maka ia
tidak mendapatkan cahaya, bukti, dan juga tidak mendapat keselamatan. Pada hari
kiamat, ia akan bersama Qorun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Kholaf.” (HR. Ahmad 2: 169. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).
Juga
terdapat hadits dari Burairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
بَشِّرِ الْمَشَّائِينَ فِى الظُّلَمِ إِلَى
الْمَسَاجِدِ بِالنُّورِ التَّامِّ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Berilah kabar gembira bagi orang yang berjalan ke
masjid dalam keadaan gelap bahwasanya kelak ia akan mendapatkan cahaya sempurna
pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud
no. 561 dan Tirmidzi no. 223. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini
shahih).
PENUTUP
Sholat merupakan kewajiban setiap
muslim,karena hal ini di syariatkan oleh Allah SWT. Terlepas dari perbedaan
pendapat mengenai prakteknya, hal ini tidak menjadi masalah karena di dalam
al-qur'an sendiri tidak ada ayat yang menjelaskan secara terperinci mengenai
praktek sholat. Tugas dari seorang muslim hanyalah melaksnakan sholat dari
mulai baligh sampai napas terakhir, semua perbedaan mengenai praktek sholat
semua pendapat bisa dikatan benar karena masing-masing memilki dasar dan
pendafaatnya masing-masing dan tentunnya berdasarkan ijtihad yang panjang.
Setiap perintah
Allah yang di berikan kepada kaum muslimin tentunya memiliki kaidah untuk kaum
muslimin sendiri, seperti halnya umat islam di perintahkan untuk melaksanakan sholat,
salah satu paidahnya yakni supaya umat islam selalu mengingat tuhannya dan bisa
meminta karunianya dan manfaat yang lainnya yakni bisa mendapkan ampunan dari
Allah SWT.
Penulis
menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca terutama pada dosen mata kuiah ini, agar dapat pembuatan makalah
selanjutnya menjadi lebih baik. Atas kritik dan saranya, penulis ucapkan terima
kasih.
Dradjat, Zakiah. 1995. Ilmu Fiqh. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Wakaf
Hamid, Abdul dan Beni Saebani. 2009. Fiqh Ibadah. Bandung: Pustaka Setia
M. Rifa’i. 1993. Terjemahan
Kifayatul Akhyar. Semarang: Toha Putra.
Romli, A Chodri. 1996. Permasalahan Sholat Jum’at. Surabaya: Pustaka Progessif.
Sabiq, Sayyid. 2006. Fiqh Sunnah, Penerjemah: Nor Hasanuddin. Jakarta: Pena Pundi Aksara
http:// almunawwar.net/niat-sholat-jenazah/
http://anekamakalah.com/2012/08/rukun-sholat-menurut-empat-mazhab.html
https://dalamislam.com/sholat/sholat-fardhu
http://farahberbagi.blogspot.co.id/2013/11/makalah-sholat.html
http://mutiarapublic.com/ragam-public/kumpulan-doa/tata-cara-sholat-jenazah-yang-benar-dan-lengkap/
https://rumaysho.com/5547-keutamaan-sholat-lima-waktu-1.html
https://yufidia.com/hukum-dan-waktu-sholat-jumat/
No comments:
Post a Comment