Wednesday, February 20, 2013

Salat dalam keadaan sakit

                                                         Salat dalam Keadaan Sakit

Oleh: Nashihuddin, M.Ag

              Salat adalah tiang agama, barang siapa yang mendirikan salat berarti dia telah menegakkan agama, dan barang siapa yang meninggalkan salat berarti dia telah merobohkan agama.
Sabda Rasulullah Saw:
اَلصَّلَاةُ عِمَادُ الدِّيْنِ فَمَنْ اَقَامَهَا فَقَدْ اَقَامَ الدِّيْنِ, وَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ هَدَمَ الدِّيْنَ  .رواه البيهقي
Artinya:
 “Salat itu tiang agama, barang siapa mendirikan salat sungguh ia telah mendirikan agama, dan barang siapa yang meninggalkan salat sungguh ia telah meruntuhkan agama.” (HR. Baihaqi)
            Salat merupakan kewajiban yang harus tetap dikerjakan dalam keadaan bagaimanapun, baik pada waktu sehat maupun dalam keadaan sakit. Orang yang sedang sakit harus tetap melaksanakan salat lima waktu, selama akal dan ingatannya masih normal. Cara melaksanakannya sesuai dengan kemampuan orang yang sakit tersebut. Jika tidak mampu sambil berdiri, ia boleh salat sambil duduk. Jika tidak mampu sambil duduk, ia boleh salat sambil berbaring.
Rasulullah Saw bersabda:
يُصَلِّ اْلمَرِيْضُ قَاِئمًا اِنِ اسْتَطَاعَ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ صَلَّى قَائِدًا فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ اَنْ يَسْجُدَ اَوْ مَاعَ بِرَأْسِهِ وَجَعَلَ سُجُوْدَهُ اَخْفَضُ مِنْ رُكُوْعِهِ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ اَنْ يُصَلِّيَ قَاِئدًا صَلَّى عَلىَ جَنْبِهِ اْلَايْمَنِ مُسْتَقْبِلَ اْلقِبْلَةِ فَاِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ اَنْ يُصَلِّيَ عَلىَ جَنْبِهِ اْلَايْمَنِ صَلَّى مُسْتَلْقِيَارِجْلَاهُ مِمَّا يَلِيَ اْلقِبْلَةَ .رواه الدارقتنى
Artinya:
 “orang yang sakit jika akan mengerjakan salat hendaklah ia berdiri jika mampu, jika ia tidak mampu salat dengan berdiri, hendaklah ia salat dengan duduk, jika tidak mampu duduk, hendaklah ia mengisyaratkan saja dengan kepalanya, tetapi sujudnya lebih rendah dari pada rukuknya. Jika ia tidak mampu salat dengan duduk, hendaklah ia salat dengan berbaring pada lambung sebelah kanan dengan menghadap kiblat. Jika ia tidak mampu salat dengan berbaring pada lambung sebelah kanannya, hendaklah ia salat dengan telentang dan kedua kakinya dihadapkan ke arah kiblat.” (HR. Daruqutni)
    Ketika seorang muslim meninggal dunia, amal ibadah yang pertama diperiksa dihadapan Allah Swt. Adalah ibadah salatnya. Jika salatnya benar, maka amal ibadah yang lainnya pun akan benar. Dengan demikian, kewajiban melaksanakan salat merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar oleh setiap muslim dimanapun berada.
Rasulullah Saw bersabda:
    اَوَّلُ مَا يُحَاسَبُ بِهِ اْلعَبْدُ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ الصَّلاَةُ فَاِنْ صَلُحَتْ صَلُحَ سَائِرُ عَمَلِهِ وَاِنْ فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُ عَمَلِهِ .رواه الطبرانى
Artinya:
“ Amal yang pertama kali akan dihisab untuk seseorang hamba nanti pada hari kiamat ialah salat maka apabila salatnya baik (lengkap) maka baiklah seluruh amalannya yang lain, dan jika salatnya itu rusak (kurang lengkap) maka rusaklah segala amalannya yang lain.” (HR.Tabrani)

A.    Salat Dengan Cara Duduk

Bagi orang yang tidak mampu berdiri dikarenakan sakit boleh melaksanakan salat dengan cara duduk. Rasulullah Saw. Bersabda:
صَلِ قَائِمًا فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَاِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ .رواه البخارى
Artinya:
“Salatlah dengan berdiri, jika tidak mampu hendaklah dengan duduk, dan jika tidak mampu juga maka dengan berbaring.” (HR. Bukhori)
    Bagi orang yang salat sambil duduk, bacaannya sama dengan orang yang sehat (sambil berdiri). Yang membedakan adalah keadaannya saja. Berikut ini ada dua cara salat dengan posisi sambil duduk. Untuk lebih jelasnya perhatikan gambar berkut ini:

Cara yang Pertama:
Penjelasan:
1.    Ambillah posisi duduk dengan menghadap kiblat seperti duduk diantara dua sujud, kemudian membaca niat untuk mengerjakan salat.



2.    Cara mengerjakan rukuknya dengan cara membungkuk sedikit,
3.    Cara mengerjakan sujudnya sama seperti mengerjakan sujud pada salat biasa.

Cara yang Kedua :




Penjelasan:
1.    Menghadap kiblat dan berniat salat fardu sambil duduk,
2.    Rukuk dengan meletakkan tangan dilutut (sambil menundukan kepala),
3.    Sujud dengan cara membungkukan kepala dan badan.

B.    Salat dengan Cara Berbaring
Bagi orang yang sedang sakit parah  dan tidak mampu salat dengan duduk, ia diperbolehkan salat sambil berbaring dengan cara sebagai berikut:






   

Penjelasan:
1.    Dua kaki diarahkan ke kiblat . kepala ditinggikan dengan alas bantal dan mukanya diarahkan ke kiblat. Selanjutnya berniat lalu bertakbiratulihram dengan mengangkat tangan,
2.    Bersedekap, kemudian membaca do’a iftitah dan seterusnya seperti bacaan salat biasa, rukuk dan sujud cukup dengan isyarat,
3.    Tahiyat awal dan akhir dilakukan sesuai kemampuan atau dengan isyarat. Kedua tangan tidak bersedekap
4.    Jika berbaring seperti diatas tidak mampu, boleh dikerjakan dengan cara berbaring miring dan enghadap kiblat, rukuk dan sujudnya cukup menggerakan kepala menurut kemampuannya.
Jika dengan cara berbaring miringpun masih tidak mampu maka cukup dengan isyarat, baik dengan kepala ataupun mata. Jika semuanya tidak mampu boleh dikerjakan dalam hati, selagi jiwa dan akalnya masih menyatu alam raganya.


UJI KOMPETENSI

I.    Berilah tanda silang (X) pada huruf a, b, c, dan d didepan jawabn yang benar !
1.    Allah Swt. Memerintahkan umat Islam untuk salat lima waktu ketika dalam keadaan....
a.    Sehat        b. sehat maupun sakit        c. kaya        d. miskin
2.    Orang Islam yang tidak salat digolongkan sebagai orang....
a.    Fasik        b. muslim        c. zalim        d. khianat
3.    Ibadah yang dilakukan lima kali sehari semalam bagi orang Islam adalah....
a.    Berdo’a        b. berzikir        c. makan dan minum        d. salat
4.    Hukum salat fardu bagi orang sakit adalah....
a.    Wajib        b. makruh        c. sunah        d. haram
5.    Berikut ini yang tidak termasuk tata cara salat orang sakit adalah....
a.    Duduk        b. isyarat        c. tidur        d. berbaring
6.    Orang yang tidak dapat melakukan salat dengan berdiri, maka boleh melakukannya sambil....
a.    Tetap berdiri    b. berbaring        c. berjalan        c. tidur
7.    Orang yang tidak melakukan salat berarti meruntuhkan....
a.    Kehidupan    b. masjid        c. tiang penyangga        d. agama
8.    Orang sakit yang melaksanakan salatnya dengan cara duduk maka duduknya seperti....
a.    Duduk diantara dua sujud            c. duduk akhir
b.    Duduk santai                    d. duduk bersimpuh
9.    Bacaan salat untuk orang sakit dengan bacaan salat orang yang sehat adalah....
a.    Berbeda           b. sama                  c. sangat berbeda        d. semua jawaban benar
10.    Boleh mengerjakan salat dengan cara berbaring apabila kita....
a.    Sakit gigi        b. tidak bisa berdiri        c. sakit kepala    d. tidak bisa duduk
11.    Saat sambil duduk harus menghadap kearah....
a.    Utara        b. timur        c. kiblat        d. barat


12.    Rukuknya salat dengan cara duduk adalah....
a.    Tegak saja                         c. membungkukan sedikit
b.    Mengedipkan mata            d. mencium tempat sujud
13.    Jika salat tidak mampu sambil duduk, boleh salat dengan cara.....
a.    Tidur        b. berbaring        c. berdiri tegap        d. isyarat
14.    Keringanan dalam melaksanakan alat berlaku bagi....
a.    Semua keadaan        c. semua manusia
b.    Orang yang tahu        d. orang yang sedang dalam kesulitan
15.    Keringanan yang diberikan kepada Allah dinamakan....
a.    Khusus            b. ringkas        c. sunah        d. rukhsah
16.    Salat lima waktu bagi yang yang sakit hukumnya....
a.    Sunah        b. wajib        c. boleh ditinggalkan    d. makruh   
17.    Lafal niat salat orang yang sakit dengan orang yang sehat adalah....
a.    Sama saja    b. beda        c. bebas        d. tida ada
18.    Salat adalah rukun Islam yang ke...
a.    Dua        b. tiga            c. empat        d. lima
19.    Cara salat dengan berbaring, gerakan rukuk, iktdal, dan sujud cukup memberikan isyarat dengan...
a.    Kaki digerakan          b. tangan        c. kepala atau kedipan mata        d. mulut
20.    Amalan yang pertama kali dihisab pada hari kiamat adalah....
a.    Puasa        b. zakat        c. haji            d. salat

II. Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan jelas !
1.    Bolehkah seseorang meninggalkan salat fardu dalam keadaan sakit ? jelaskan !
Jawab : ....................................................................................................................
2.    Apa sebab seseorang diperbolehkan  melakukan salat sambil duduk ?
Jawab: .....................................................................................................................
3.    Sebutkan tata cara pelaksanaan salat bagi rang yang sakit !
Jawab: ......................................................................................................................
4.    Tulis hadits Nabi yang menjelaskan orang yang meninggalkan salat berarti merobohkan agamanya !
Jawab: ......................................................................................................................
5.    Bagaimana gerakan ruku bagi orang yang sakit yang salatnya dengan cara duduk ?
Jawab : .....................................................................................................................

III. Isilah titik-titik dibawah ni dengan jawaban yang benar !
1.    Salat merupakan rukun Islam yang ke .......................................................................
2.    Salat merupakan ......................................................agama
3.    Orang Islam yang meninggalkan salat digolongkan orang ..........................................
4.    Nama neraka bagi orang yang selalu meninggalkan salat ..........................................
5.    Amal ibadah yang pertama kali diperiksa dihadapan Allah adalah ..............................
6.    Bagi orang yang tidak mampu salat sambil berdiri maka dibolehkan salat sambil ........
7.    Bagi orang yang tidak mampu salat sambil duduk maka dibolehkan salat sambil ........
8.    Janganlah sekali-kali meninggalkan salat, meskipun dalam keadaan .......................
9.    Rakaat salat isya bagi orang yang sakit ada ............................rakaat
10.    Orang yang sakit, mengerjakan salatnya sehari semalam ada ......................waktu.

Tuesday, February 19, 2013

Salat Sunnah Rawatib

                                                        Salat Sunah Rawatib



A. Pengertian Salat Sunnah Rawatib
           Salat sunnah rawatib adalah salat sunnah yang mengiringi salat fardu yang lima waktu, baik dilaksanakan  sebelum maupun sesudah salat fardu. Salat sunah rawatib yang dikerjakan sebelum salat fardu disebut salat sunah rawatib qabliyah, sedangkan salat sunah rawatib yang dikerjakan sesudah salat fardu disebut salat sunah rawatib ba’diyah.
Tujuan diperintahkannya salat sunah rawatib adalah menambah atau menyempurnakan kekurangan  yang mungkin terdapat pada salat-salat fardu. Apabila kita akan melakukan salat sunah rawatib, disunahkan melaksanakannya dengan berpindah tempat dari tempat melakukan salat fardu.

 B.Waktu Pelaksanaan Salat Sunah Rawatib
             Waktu pelaksanaan salat sunah rawatib adalah sebelum salat fardu dan sesudah salat fardu. Salat rawatib seluruhnya berjumlah 22 rakaat, yaitu:
1.    Dua rakaat sebelum salat subuh.
2.    Dua atau empat rakaat sebelum salat zuhur 
3.    Dua atau empat rakaat sesudah salat zuhur.
4.    Dua rakaat atau empat rakaat sebelum salat asar.
5.    Dua rakaat sebelum salat magrib.
6.    Dua rakaat sesudah salat magrib
7.    Dua rakaat sebelum salat isya
8.    Dua rakaat sesudah salat isya
Rasulullah Saw bersabda:
رَحِمَ اللهُ امْرَأَ صَلّىَ قَبْلَ اْلعَصْرِ اَرْبَعًا  . رواه الترمذى
Artinya:
“Allah memberi rahmat kepada orang yang salat empat rakaat sebelum asar.” (HR. At-Tirmizi)
صَلُّوْا قَبْلَ صَلاَةِ اْلمَغْرِبِ قَالَ فِى الثَّالِثَةِ لِمَنْ شَاءَ . رواه البخارى
Artinya:
“Salatlah kamu sebelum magrib. Kemudian, Nabi mengatakan yang ketiga kalinya, “bagi yang menghendakinya.” (HR. Bukhari)

C. Pembagian Salat Sunnah Rawatib
         Salat sunah rawatib terbagi dua bagian, yaitu salat sunah muakkad dan ghair muakkad. Sunah muakkad adalah salat sunah yang diutamakan, sedangkan salat sunah gair muakkad adalah salat sunah yang kurang diutamakan dalam pelaksanaannya.
         Perbedaan pelaksanaan ini didasarkan  atas kebiasaan Nabi Muhammad Saw. Terhadap pelaksanaan saat sunah tersebut. Disebut muakkad karena Nabi Muhammad saw menjadikan salat sunah tersebut  sebagai kebiasaan sehar-hari pada saat beliau masih hidup. Sementara itu, disebut sunah gair muakkad karena kadang-kadang dilaksanakan dan kadangkadang tidak.
         Yang termasuk kedalam salat sunah muakkad antara lain:
1.    Dua rakaat sebelum salat subuh
2.    Dua rakaat sebelum salat zuhur
3.    Dua rakaat setelah salat zuhur
4.    Dua rakaat sesudah salat magrib
5.    Dua rakaat sesudah salat isya
         Adapun yang termasuk diantara salat sunah gair muakkad adalah:
1.    Dua atau empat rakaat sebelum salat asar
2.    Dua rakaat sebelum salat magrib
3.    Dua rakaat sebelum salat isya


         Cara mengerjakan salat sunah muakkad rawatib sama dengan salat wajib, baik bacaan maupun gerakannya, yakni dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Namun demikian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain:
1)    Niat menurut macam salatnya, qabliyah ayau ba’diyah,
2)    Tidak disunnahkan azan atau iqamat,
3)    Dikerjakan secara munfarid atau sendirian,
4)    Semuanya bacaannya tidak dinyaringkan.
5)    Jika lebih dari dua rakaat, tiap-tiap dua rakaat satu salam.

E.  Niat Salat Sunah Rawatib        
        Adapun Niat Salat sunah rawatib adalah sebagai berikut:
1.    Salat sunah rawatib 2 rakaat sebelum salat zuhur
أُصَلِّى سُنَّةَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَبْلِيَةً للهِ  تَعَالَى
Artinya:
“Aku niat salat sunah sebelum zuhur dua rakaat karena Allah Taala”.
2.    Salat sunah rawatib 2 rakaat sesudah salat zuhur
أُصَلِّى سُنَّةَ الظّهْرِ رَكْعَتَيْنَ بَعْدِ يَةً لِلَّهِ  تَعَالَى
Artinya:
“Aku niat salat sunah sesudah zuhur dua rakaat karena Allah Taala”.
3.    Salat sunah rawatib dua rakaat sesudah salat magrib
أُصَلِّى سُنَّةَ اْلمَغْرِبِ رَكْعَتَيْنَ بَعْدِ يَةً للهِ  تَعَالَى
Artinya: “Aku niat salat sunah sesudah magrib dua rakaat karena Allah Taala”.
4.    Salat sunah rawatib dua rakaat sesudah salat isya
أُصَلِّى سُنَّةَ اْلعِسَاءِ رَكْعَتَيْنَ بَعْدِ يَةً للهِ  تَعَالَى
Artinya:
“Aku niat salat sunah sesudah isya dua rakaat karena Allah Taala”.
5.    Salat sunah rawatib dua rakaat sebelum subuh
أُصَلِّى سُنَّةَ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنَ قَبْلِيَةً لله  تَعَالَى
Artinya:
 “Aku niat salat sunah sesudah subuh dua rakaat karena Allah Taala”.

Beberapa keutamaan apabila kita membiasakan diri melakukan salat sunah rawatib, diantaranya sebagai berikut:
1.    Menyempurnakan salat fardu yang kita lakukan
2.    Mendapatkan banyak kebaikan
Rasulullah Saw.  Bersabda:

رَكْعَتَا اْلفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا . رواه مسلم
Artinya:
“ Dua rakaat fajar (salat sunah yang dikerjakan sebelum subuh) itu lebih baik dari pada dunia dan isinya”. (HR. Muslim).

3.    Doa kita akan dikabulkan oleh Allah Swt
Rasulullah Saw. Bersabda:
مَنْ تَوَضَّأَ فَاَسْبَغَ اْلوُضُوْءَ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ يُتِمُّهُمَا اَعْطَاهُ اللهُ مَا سَأَلَ مُعَجَّلًا اَوْ مُؤَخِّرًا. رواه احمد
Artinya:
“ Barangsiapa berwudu dan menyempurnakannya, kemudian ia salat dengan sempurna maka ia diberi Allah apa saja yang diminta, baik cepat maupun lambat.” (HR. Ahmad)
4.    Keutaaan salat sunah empat rakaat sebelum dan sesudah zuhur
Rasulullah Saw. Bersabda:
مَنْ حَافَظَ عَلَى اَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ وَاَرْبَعِ بَعْدَهَا حَرَّمَهُ اللهُ عَلَى النَّارِ    . رواه الترمذى
Artinya:
“Barangsiapa mengerjakan salat empat rakaat sebelum dan empat rakaat sesudah zuhur, Allah mengharamkan api neraka baginya.” (HR. Tirmidzi)

Salat Jama' dan Qashar

                                                                     Salat Jama dan Qashar

oleh: Nashihuddin, M.Ag
A. Shalat Jama'
1.    Pengertian Salat Jama’
       Salat jama’ menurut etimologi (bahasa) adalah mengumpulkan atau menggabungkan salat. Sedangkan menurut terminologi (istilah) adalah mengumpulkan dua salat wajib pada satu waktu, baik yang dikerjakan pada waktu salat pertama maupun pada waktu salat kedua. Misalnya salat dzuhur digabung dengan salat ashar dan salat maghrib digabung dengan salat Isya. Sedangkan salat subuh tidak bisa digabung dengan salat  yang lainnya. Artinya, salat subuh harus dikerjakan tepat pada waktunya.

2.    Hukum Salat Jama’
       Hukum salat jama’ adalah mubah. Artinya, salat jama’ adalah keringanan yang diperbolehkan dalam Islam sebagai kemudahan (rukhsah) dari Allah Swt kepada hambanya. Dalil yang membolehkan menjama’ salat adalah sabda Rasulullah Saw:

عَنْ اَنَسٍ قَالَ :كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم اِذَا رَحَلَ قَبْلَ اَنْ تَزِيْغَ الشَّمْسُ اَخّرَ الظُّهْرِ اِلَى وَقْتِ اْلعَصْرِ ثُمَّ نَزَلَ يَجْمَعُ بَيْنَهُمَا فَاِنْ زَاغَتْ قَبْلَ اَنْ يَرْتَحِلَ صَلّىَ الظُّهْرَ ثُمَّ رَكِبَ .
رواه البخارى ومسلم
Artinya:
“Dari Anas ia berkata: Rasulullah Saw bila berangkat dalam perjalanansebelum tergelincir matahari, maka beliau mentakhirkan salat dzuhur ke Ashar, kemudian beliau berhenti untuk menjama’ keduanya. Jika matahari telah tergelincir sebelum beliau berangkat, maka beliau salat dzuhur dahulu kemudian baru beliau naik kendaraan.” (HR. Bukhari dan Muslim).

3.    Sebab-sebab Salat Boleh di Jama’
       Hal-hal yang menyebabkan salat boleh di Jama’sebagai berikut:
a.    Sedang berada di Arafah dan Muzdalifah pada saat melakukan ibadah haji,
b.    Sedang dalam perjalanan jauh  (musafir)
c.    Dalam keadaan sakit atau udzur,
d.    Ada keperluan penting yang bukan menjadi kebiasaan
e.    Karena hujan 

4.    Macam-macam Salat Jama’
       Salat jama’ ada dua macam, yaitu
a.    Jama’ Taqdim. Jama’ Taqdim ialah menggabungkan dua salat wajib yang dikerjakan pada satu   waktu dan mengerjakannya pada waktu salat yang pertama. Contohnya; salat dzuhur digabung dengan salat Ashar dan dikerjakan pada waktu salat dzuhur atau salat magrib digabung dengan salat isya dan dikerjakan pada waktu salat dzuhur.
b.    Jama’ takhir. Jama’ takhir ialah menggabungkan dua salat wajib yang dikerjakan pada satu waktu dan mengerjakannya pada saat yang terakhir. Contohnya: salat dzuhur digabung dengan salat ashar dan dikerjakan pada salat Ashar, atau salat magrib digabung dengan salat isya dan dikerjakan pada sahalat isya.

5.    Salat yang boleh dijama’
       Salat yang boleh di jama’ adalah salat dzuhur dengan salat asar atau salat magrib dengan salat isya. Tidak boleh salat ashar dengan magrib atau salat isya dengan salat subuh.

6.    Syarat-syarat Salat jama’
       Salat boleh dijama’ bila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a.    Sedang dalam perjalanan jauh (musafir).
b.    Perjalanan itu berjarak jauh (80,64 km atau perjalanan lebih dari satu hari satu malam),
c.    Niat salat jama’ taqdim atau jama’ takdim ketika takbiratul ihram.

1)    Contoh niat salat dzuhur jama’ taqdim

اُصَلىِّ فَرْضَ الظُّهْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ  مَجْمُوْعًا اِلَيْهِ اْلعَصْرِ لِلهِ تَعَالىَ    
2)    Contoh niat salat ashar jama taqdim
اُصَلْىِ فَرْضَ اْلعَصْرِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْعًا اِلَى الظّهْرِ لِلهِ تَعَالىَ
3)    Contoh niat salat maghrib jama takhir
اُصَلّىِ فَرْضَ اْلمَغْرِبِ ثَلَاثَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْعًا اِلىَ الَعِسَاءِ لِلهِ تَعَالىَ
4)    Contoh niat salat isya jama’ takhir
اُصَلّىِ فَوْضَ اْلعِسَاءِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مَجْمُوْعًا اِلَيْهِ اْلمَغْرِبِ لِلهِ تَعَالىَ

B.    Salat Qashar
1.    Pengertian Salat Qashar
Menurut bahasa, qashar artinya meringkas. Sedangkan menurut istilah adalah  mengerjakan salat fardu dengan cara meringkas yaitu salat yang empat rakaat diringkas menjadi dua rakaat. Allah Swt berfirman:

Artinya;”Dan apabila kamu bepergian di muka bumi, Maka tidaklah Mengapa kamu men-qashar sembahyang(mu), jika kamu takut diserang orang-orang kafir. Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.”(QS. An-Nisa : 101)

2.    Syarat-syarat  salat boleh di Qashar
a.    Dalam perjalanan (musafir)
b.    Perjalanan itu berjarak jauh,
c.    Dalam keadaan sakit dan sudah udzur
d.    Salat yang boleh di qashar adalah salat yang jumlah rakaatnya empat
e.    Niat mengqashar salat pada waktu takbiratul ihram.
-Lafal niat Qashar dzuhur
اُصَلّىِ فَرْضَ الظّهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا لِلهِ تَعَالىَ
                 -Lafal niat Qashar Ashar
اُصَلّىِ فَرْضَ اْلعَصْرِ رَكَعَتَيْنِ قَصْرًا لِلهِ تَعَالىَ

-Lafal niat Qashar Isya
اُصَلىِّ فَرْضَ اْلِعسَاءِ  رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا لِلهِ تَعَالىَ

C.    Salat Jama’ Qashar
Salat jama’ qashar adalah salat yang plaksanaanya di samping jama’ juga di qashar baik dalam jama’ taqdim maupun jama’ takhir. Salat yang semula empat rakaat  (dzuhur, ashar, dan isya) dikerjakan dua rakaat, tidak ada selingan antara kedua salat yang di jama’kan.
Adapun contoh niat salat jama’ qashar adalah sebagai berikut:
1.    Niat salat Dzuhur Qashar jama’ takdim

اُصَلّىِ فَرْضَ الظُّهْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا وَمَجْمُوْعًا اِلَيْهِ اْلعَصْرِ لِلهِ تَعَالىَ
2.    Niat salat ashar qashar  jama’ takhir

اُصَلّى فَرْضَ اْلعَصْرِ رَكْعَتَيْنِ قَصْرًا وَمَجْمُوْعًا اِلَيْهِ الظّهْرِ لِلهِ تَعَالىَ


                                                          UJI KOMPETENSI

A.    Berilah tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang paling benar !
1.    Shalat jama’ adalah salat yang ....
        a.    Dipisahkan                    c. Diringkas
        b.    Digabungkan                d. Ditunda
2.    Dibolehkannya seseorang untuk menjama’ maupun menqasar shalat wajib adalah....
       a.    Sebagai kemudahan (rukhsah) dari Allah Swt. Kepada hamba-Nya.
       b.    Sebagai bukti bahwa tidak ada alasan untuk meninggalkan slat lima waktu.
       c.    Sebagai bukti kasih sayang Allah Swt. Kepada hamba-Nya.
       d.    Semua jawaban salah
3.    Salat yang tidak boleh dijama’ adalah salat...
        a.    Dzuhur        b. Maghrib            c. Isya                d. Subuh
4.    Salah satu sebab dibolehkannya menjama’ maupun menqashar salat wajib adalah......
        a.    Karena lupa waktunya                                        c. Sedang berhalangan
        b.    Sedang dalam perjalanan jauh (musafir)            d. Karena sedang sibuk
5.    Melaksanakan salat asar pada waktu salat zuhur disebut....
        a.    Jama takdim          b. Jama takhir        c. Qashar             d. Jama taksir
6.    mengerjakan salat fardu dengan cara meringkas yaitu salat yang empat rakaat diringkas menjadi dua rakaat disebut .....
         a.    Jama takdim          b. Jama takhir        c. Qashar             d. Jama taksir
7.    Salat yang tidak boleh di qashar adalah....
         a.    Salat zuhur         b. Salat asar                 c. Salat magrib            d. Salat isya
8.    Salat jama’ qashar artinya.....
         a.    Menyatukan dua salat pada satu waktu salat
         b.    Menyatukan dua salat pada satu waktu dan meringkasnya.
         c.    Meringkaskan dua waktu salat dan menyatukan pada satu waktu
         d.    Merangkum dua salat pada satu salat
9.    Salat yang tidak boleh di jama dan qashar adalah.....
         a.    Ashar dengan zuhur            c. Asar dengan magrib
         b.    Magrib dengan isya            d. Asar dengan magrib
10.    Salat jama’ ada dua macam, yaitu....
         a.    Jama’ takdim dan jama’ qashar        c. Jama’ takhir dan jama’ qashar
         b.    Jama takdim dan jama takhir        d. Jama’ taksir dan jama akhir
B.    Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan benar!
1.    Jelaskan apa  pengertian dan hukum salat jama’ ?
2.    Sebutkan sebab-sebab salat boleh di jama’ !
3.    Sebutkan dan jelaskan macam-macam salat jama !
4.    Sebutkan dan jelaskan macam-macam salat jama !
5.    Berilah tanda harakat ayat dibawah ini kemudian jelaskan maksud dari ayat tersebut !
واذا ضربتم فى ا لأرض فليس عليكم جناح أن تقصروا من الصلوة ان خفتم أن يفتنكم الذين كفروا ...سورة النساء:
 ١٠١

Thanks bwat pengunjung website/ blog ini..jangan lupa komentarnya yaaaa....

Panduan lengkap Shalat Jenazah

                                                                        Shalat Jenazah


A.    Pengertian Salat Jenazah
Salat Jenazah adalah Salat yang dilaksanakan dengan empat kali takbir untuk mendoa’kan jenazah dengan beberapa ketentuan/syarat dan rukun tertentu. Jenazah yang di salatkan ialah yang sudah dimandikan dan dikafani.
Mayat orang yang bukan muslim tidak boleh di salatkan, hanya boleh dimandikan, dikafani, kemudian di kuburkan. Sebab Rasulullah Saw. Pernah menyuruh Ali bin Abi Thalib memandikan ayahnya dan mengkafaninya saja (tanpa mensalatkan).(Riwayat Abu dawud dan Nasa’i). Sebagaimana Firman Allah swt:
وَلَا تُصَلِّ عَلَى اَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ اَبَدًا وَلَا تَقمْ عَلىَ قَبْرِهِ.... سورة التوبه .۸٤
Artinya:
“Dan janganlah engkau (muhammad) melaksanakan salat untuk seseorang yang mati diantara mereka (orang-orang yang munafik), selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri (mendoa’kan) diatas kuburnya.....(QS. Al-Taubah:84)
Khusus bagi jenazah orang yang mati syahid yaitu orang yang gugur dalam peperangan melawan kaum kafir, maka jenazahnya tidak dimandikan dan di salatkan, hanyalah dikafani dengan pakaiannya yang berlumuran darahnya dan kemudian dimakamkan. Sebagaimana sabda Nabi Saw:
عَنْ جَابِرٍ اَنَّ النَّبِىَ صلعم أَمَرَ فِىْ قَتْلَى اَحُدٍ بِدَفْنِهِمْ بِدِمَائِهِمْ وَلَمْ يُغْسَلُوْا وَلَمْ يُصَلَّ عَلَيْهِمْ . رواه البخارى
Artinya:
 “ Dari Jabir: “sesungguhnya Nabi saw. Memerintahkan pada sahabatnya berhubung dengan orang-orang yang gugur dalam perang uhud supaya mereka dikuburkan beserta darah mereka, tidak dimandikan dan tidak pula disalatkan.” (HR. Bukhari)

B.    Hukum Salat Jenazah
Hukum Salat Jenazah adalah Fardu Kifayah bagi umat Islam setempat. Artinya, apabila sebagian diantara mereka ada yang melaksanakannya, maka yang lain terbebas dari kewajibannya. Tetapi apabila tidak ada yang melaksanakan kewajiban itu, semuanya jadi berdosa. Sabda nabi Saw.:
قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم : صَلُّوْا عَلىَ مَوْتَاكُمْ  .رواه ابن ماجه
Artinya:
 “Rasulullah Saw. Bersabda: Salatkanlah pada orang-orang mati diantara kalian.” (HR. Ibnu Majah).
Dalam hadits lain Rasulullah Saw. Bersabda:
مَنْ تَبِعَ جَنَازَةً فَصَلّىَ عَلَيْهَا فَلَهُ قِيْرَاطٌ وَمَنْ تَبِعَهَا حَتّىَ يَفْرَغَ فَلَهُ قِيْرَاطَانِ.
 رواه متفق عليه
Artinya:
 “ Siapa yang mengiringi jenazah kemudian mensalatinya baginya mendapat pahala sebesar satu qirat. Dan siapa yang mengiringi jenazah, menyalatkannya dan mengurusnya sampai selesai maka baginya pahala sebesar dua qirat.” (HR. Muttafaqun Alaih)



C.    Syarat dan Rukun Salat Jenazah
1.    Syarat Salat Jenazah
a.    Menutup aurat, suci dari hadats besar dan kecil, suci badan, pakaian, dan tempat dari najis, serta menghadap kiblat,
b.    Jenazah sudah dimandikan dan dikafankan,
c.    Letak mayit disebelah kiblat orang yang mensalatkan, kecuali salat yang dilakukan diatas kubur atau salat ghaib.

2.    Rukun Salat Jenazah
a.    Berdiri bagi yang mampu,
b.    Niat,
Bila mayat laki-laki
أٌصَلِّي عَلَي هَذَا اْلَمَيِّتِ أَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ الكِفايَةِ  اِمَامًا ̸ مَامُوْمًا  لِلهِ تَعَالَي
Bila mayat perempuan
أُصَلِّي عَلَي هَذِهِ اْلمَيِّتَةِ أرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ الكِفايَةِ اماما ̸ ماموما  لله تعالي
c.    Membaca Al-Fatihah sesudah takbiratul ihram (takbir pertama)
d.    Membaca shalawat atas Nabi Saw sesudah takbir kedua,
أَلّلهُمَ صَلِّ عَلَي مُحَمَّدْ وَعَليَ ألِ مُحَمَّدْ, كَمَا صَلَيْتَ عَلَي  إِبْرَاهِيْم وَعَليَ ألِ  إِبْرَاهِيْم, وَبِارِكْ عَليَ  مُحَمَّدْ وَعَليَ ألِ  مُحَمَّدْ كَمَا بَارَكْتَ عَليَ  إِبْرَاهِيْم وَعَليَ ألِ  إِبْرَاهِيْم فِي العْالَمِيْنِ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ
e.    Membaca doa untuk jenazah sesudah takbir ketiga,
      Doa untuk jenazah laki-laki, domirnya hu ( ه  )
اَللهُمَّ اغْفِرْلَهُ وَارْحَمْهُ وَعَافِهِ وَاعْفُ عَنْهُ
      Doa untuk jenazah perempuan, domirnya ( ها )
الَلّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا وَعَافِهَا وَاعْفُ عَنْهَا
      Apabila mayatnya banyak domirnya menjadi hum هم)  )
اَلّلَهُمَّ اغْفِرْلَهُمْ  وَارْحَمْهُمْ وَعَافِهِمْ  وَاعْفُ عَنْهُمْ
f.    Membaca doa untuk diri sendiri dan jenazah sesudah takbir keempat,
الَلّهُمَّ لَاتَحْرِمْنَا أَجْرَهُ (ها / هم)  وَلَاتَفْتِنّا بَعْدَهُ (ها /هم) وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ (ها/هم)   
g.    Membaca salam
اَلسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

D.    Tata Cara Salat Jenazah
1.    Apabila jenazah ada di tempat salat, cara mensalatkannya adalah sebagai berikut:
a.    Jenazah diletakkan di depan orang yang mensalatkan atau di depan imam
b.    Jika jenazah laki-laki, imam sejajar dengan kepala jenazah,
c.    Jika jenazah perempuan imam berdiri sejajar tengah-tengah badan jenazah,
d.    Apabila jenazah lebih dari satu, boleh disalatkan sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan ketentuan, jenazah laki-laki diletakkan lebih dekat dengan imam dan jenazah perempuan lebih dekat dengan arah kiblat,
e.    Urutan pelaksanaan salat jenazah dikerjakan secara tertib.
2.    Apabila jenazah tidak ada karena berada ditempat lain kita tetap boleh menyalatkan jenazah tersebut.salat seperti itu disebut salat ghaib. Rukunnya sama dengan salat jenazah biasa dan wajib menghadap kiblat,
3.    Salat ghaib di atas kubur hukumnya mubah (boleh), berdasarkan hadits Rasulullah saw:

عَنِ ابْنِ عَبَّاس اَنَّ النَّبِيَ صلعم صَلّىَ عَلىَ قَبْرِ بَعْدَ شَهْر  . رواه الدارقطنى
Artinya:
 “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas: “sesungguhnya Nabi Saw, salat diatas kubur setelah sebulan lamanya.” (HR. Daruqutni)


Niat salat ghaib:
اُصَلِى عَلىَ مَيِّتِ (........) اْلغَاعِبِ اَرْبَعَ تَكْبِيْرَاتٍ فَرْضَ اْلِكفَايَةِ للهِ تعالى                                 


1.    Salat Jenazah adalah Salat yang dilaksanakan dengan empat kali takbir untuk mendoa’kan jenazah dengan beberapa ketentuan/syarat dan rukun tertentu.
2.    Mayat orang yang bukan muslim tidak boleh di salatkan, hanya boleh dimandikan, dikafani, kemudian di kuburkan. Khusus bagi jenazah orang yang mati syahid yaitu orang yang gugur dalam peperangan melawan kaum kafir, maka jenazahnya tidak dimandikan dan di salatkan, hanyalah dikafani dengan pakaiannya yang berlumuran darahnya dan kemudian dimakamkan
3.    Hukum Salat Jenazah adalah Fardu Kifayah bagi umat Islam setempat. Artinya, apabila sebagian diantara mereka ada yang melaksanakannya, maka yang lain terbebas dari kewajibannya. Tetapi apabila tidak ada yang melaksanakan kewajiban itu, semuanya jadi berdosa.
4.    Syarat Salat Jenazah antara lain : Menutup aurat, suci dari hadats besar dan kecil, suci badan, pakaian, dan tempat dari najis, serta menghadap kiblat, Jenazah sudah dimandikan dan dikafankan, dan Letak mayit disebelah kiblat orang yang mensalatkan, kecuali salat yang dilakukan diatas kubur atau salat ghaib.


UJI KOMPETENSI

A.    Berilah tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang paling benar !
1.    Hukum shalat jenazah adalah....
a.    Fardu ain                    c. Sunnat muakkad
b.    Fardu kifayah                d. Wajib
2.    Jenazah yang tidak wajib di salatkan adalah ....
a.    Jenazah bayi yang baru lahir        c. Jenazah anak durhaka
b.    Jenazah yang badannya tidak utuh    d. Jenazah orang yang mati syahid
3.    Tahapan dalam pengurusan jenazah adalah....
a.    Memandikan, mengkafani, dan menguburkan
b.    Memandikan, mengkafani, menshalatkan, dan menguburkan
c.    Memandikan, menshalatkan, mengkafani, dan menguburkan
d.    Semua jawaban salah
4.    Jumlah takbir pada salat jenazah adalah....
a.    Empat kali                    c. Tiga kali
b.    Dua kali                    d. Satu kali
5.    Setelah takbir kedua pada salat jenazah, lalu membaca....
a.    Al-fatihah                    c. Doa
b.    Shalawat Nabi                d. Surat al-ikhlas

6.    الَلّهُمَّ اغْفِرْ لَهَا وَارْحَمْهَا وَعَافِهَا وَاعْفُ عَنْهَا adalah doa yang dibaca setelah takbir....
a. ketiga jika mayatnya perempuan    c. Kedua jika mayatnya perempuan
b. ketiga jika mayatnya laki-laki        d. Ketiga jika mayatnya laki-laki
7.    Setelah takbir pertama pada salat jenazah, lalu membaca....
a.    Doa iftitah                    c. Salawat
b.    Al-fatihah                    d. doa

8.    الَلّهُمَّ لَاتَحْرِمْنَا أَجْرَهُ (ها / هم)  وَلَاتَفْتِنّا بَعْدَهُ (ها /هم) وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ (ها/هم)   
Adalah bacaan pada salat jenazah setelah takbir....
a.    Kesatu                    c. Kedua
b.    Ketiga                    d. Keempat
9.    Apabila jenazahnya perempuan maka pada waktu menyalatkan, posisi imam.....
a.    Berdiri dekat perut jenazah        c. Berdiri dekat dada jenazah
b.    Berdiri dekat kepala jenazah        d. Berdiri dekat kaki jenazah
10.    Yang dimaksud dengan salat ghaib adalah....
a.    Salat yang jenazahnya tidak diketahui dimana tempatnya
b.    Salat yang jenazahnya tidak jelas keturunannya
c.    Salat yang jenazahnya tidak ada ditempat
d.    Salat yang jenazahnya sudah dikuburkan
B.    Jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut dengan benar !
1.    Jelaskan pengertian salat jenazah dan salat gaib !
2.    Sebutkan rukun – rukun salat jenazah !
3.    Sebutkan syarat-syarat salat jenazah !
4.    Bolehkah kita mensalatkan orang yang mati syahid, dan tunjukkan dalilnya ?
5.    Apa perbedaan antara salat jenazah dengan salat ghaib ?





Shalat Jum'at


                                                                           Shalat Jum'at



A.    Ketentuan Salat Jum’at
1.    Pengertian dan Hukum Salat Jum’at
Salat Jum’at adalah Salat fardu dua rakaat yang wajib dilakukan secara berjamaah pada waktu zuhur dihari jum’at dan didahului dengan dua khutbah. Hukum melaksanakan salat jum’at  adalah fardu ain, bagi setiap muslim laki-laki dewasa, merdeka, dan penduduk tetap (mukim). Tidak diwajibkan kepada wanita, anak-anak yang belum baligh, hamba sahaya, dan orang yang sedang dalam perjalanan (musafir). Allah Swt berfirman:

Artinya:
 “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu Mengetahui. (QS. Aljumuah:9)
Rasulullah Saw Bersabda :
اَلْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِ مُسْلِمٍ فِى جَمَاعَةٍ اِلَّاَ اَرْبَعَةً : عَبْدٌ مَمْلُوْكٌ أَوْ اِمْرَاَةٌ أَوْصَبِيٌ أَوْ مَرِيْضٌ .     رواه ابو داود والحاكم
Artinya:
 “Jum’at itu suatu kewajiban atas tiap-tiap muslim dengan berjamaah, kecuali empat orang yaitu: hamba sahaya, perempuan, kanak-kanak, dan orang sakit”. (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim)
   
2.    Rukun dan Syarat Salat Jum’at
Rukun Salat jum’at ada dua macam, yaitu:
a.    Salat dua rakaat,
b.    Dua khutbah dilaksanakan sebelum salat
Syarat Salat jum’at dibedakan atas syarat wajib dan syarat sah mengerjakan salat jumat. Syarat wajib salat jum’at antara lain:
a.    Islam, maka orang yang tidak beragama Islam tidak wajib salat jum’at,
b.    Laki-laki, maka tidak wajib jum’at bagi perempuan,
c.    Dewasa (baligh), maka  tidak wajib jum’at  bagi anak-anak,
d.    Merdeka, maka hamba sahaya tidak wajib salat jum’at,
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم : رُفِعَ اْلقَلَمُ عَنْ ثَلَاثٍ, عَنِ الصَّبِيِّ حَتَّى يَبْلُغَ وَعَنِ النَائِمِ حَتَى يَسْتَيْقِظَ وَعَنِ اْلمَجْنُوْنِ حَتَى يُوْفِقَ . رواه ابو داود وابن ماجه
Artinya:
“Rasulullah Saw bersabda: ‘telah diangkat pena dari tiga perkara yaitu anak-anak hingga dewasa, orang tidur hingga bangun, dan orang gila hingga sembuh”. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
e.    Sehat akal, maka tidak wajib jum’at bagi orang gila,
f.    Sehat badan, maka tidak wajib bagi yang sakit atau berhalangan,
g.    Mukim (menetap, maka tidak wajib jum’at bagi orang yang dalam perjalanan.

Syarat sah mendirikan salat jum’at yaitu:
a.    Jum’at diadakan dalam lingkungan masyarakat seperti di desa atau dikota yang berpenduduk, yang mencukupi bilangan salat jum’at.
b.    Dilakukan secara berjamaah. Sebagian ulama minimal 40 orang dan pendapat lain mengatakan cukup walaupun hanya 2 orang,
c.    Salat jum’at dilakukan pada waktu dzuhur dan hanya dua rakaat,
d.    Salat jum’at di dahului dengan dua khutbah.
عَنِ ابْنِ عُمَرَ كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلعم يَخْطُبُ يَوْمَ اْلجُمُعَةِ قَائِمًا خُطْبَتَيْنِ يَجْلِسُ بَيْنَهُمَا .
 رواه البخارى رمسلم
Artinya:
 “Dari Ibnu Umar ra.Rasulullah saw berkhutbah pada hari jum’at dua khutbah dengan berdiri dan beliau duduk diantara kedua khutbah itu.” (HR. Bukhari Muslim)

3.    Sunah-sunah yang Berkaitan Dengan Salat Jum’at
Sebelum pergi salat jum’at disunnatkan melakukan amalan-amalan sebagai berikut:
a.    Mandi,
b.    Memotong kuku dan mencukur kumis,
c.    Memakai pakaian yang rapih dan bersih,
d.    Memakai wangi-wangian,
e.    Segera pergi ke mesjid untuk melaksanakan salat jum’at (pada awal waktu) dengan berjalan kaki,
f.    Melaksanakan salat sunah tahiyatul masjid,
g.    Hendaklah memperbanyak membaca Al-Qur’an atau zikir sebelum khutbah.
Sabda Rasulullah Saw:

مَنِ غْتَسَلَ يَوْمَ اْلجُمُعَةِ وَلَبِسَ مِنْ اَحْسَنِ ثِيَابِهِ وَمَسَّ مِنْ طِيْبٍ  أِذَا كَانَ عِنْدَهُ ثُمَ اَتَى اْلجُمُعَةِ وَلَمْ يَتَخَطَّ أَعْنَاقَ النَّاسَ ثُمَّ صَلَّىَ مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ ثُمَّ أَنْصَتَ أِذَا خَرَجَ أِمَامُهُ حَتّىَ يَفْرَغَ مِنْ صَلَاتِهِ كَانَ كَفَارَةً لِمَا بَيْنَهَا وَبَيْنَ جُمُعَتِهِ اّلَتِىْ قَبْلَهَا.
   رواه ابن حبان والحاكم
Artinya:
 “ Barang siapa mandi pada hari jum’at, memakai pakaian sebaik-baiknya, memakai wangi-wangian kalau ada, kemudian ia pergi menunaikan salat jum’at dan ia disana tidak melangkahi duduk manusia, kemudian ia salat sunnah dan diam ketika imam keluar sampai selesai salatnya, maka yang demikian itu  akan menghapuskan dosanya antara jum’at itu dan jum’at sebelumnya’. (HR. Ibnu Hibban dan Hakim)

4.    Hal-hal yang Membatalkan Salat Jum’at
a.    Meninggalkan salah satu rukun salat atau memutuskan rukun sebelum sempurna dilakukan, seperti i’tidal sebelum sempurna rukuknya,
b.    Tidak memenuhi salah satu syarat salat seperti berhadats, bernajis atau terbuka aurat,
c.    Berbicara dengan senghaja bukan untuk kepentingan salat, meskipun diucapkan dengan bahasa arab,
d.    Banyak bergerak dengan senghaja,
e.    Makan atau minum dengan senghaja,
f.    Menambahkan rukun fi’li seperti sujud tiga kali,
g.    Tertawa
h.    Mendahului imam sebanyak 2 rukun.
5.    Hal-hal Yang Menghalangi salat Jum’at
Hal-hal yang dapat memperbolehkan seseorang tidak melaksanakan salat jumat, yaitu:
a.    Karena sakit, yang tidak memungkinkan untuk pergi ke masjid. Orang tersebut dapat menggantinya dengan salat dzuhur di rumah,
b.    Adanya bahaya yang menghadang apabila pergi untuk salat jum’at, misalnya banjir dan tanah longsor,
c.    Hujan lebat yang menyulitkan untuk pergi ke masjid.

B.    Ketentuan Khutbah Salat Jum’at
a.    Rukun Khutbah Jum’at
1)    Mengucapkan puji-pujian kepada Allah Swt minimal mengucapkan الحمد لله "
2)    Mengucapkan dua kalimah syahadat,
3)    Mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad Saw.
4)    Nasihat (wasiat) dengan takwa,
5)    Membaca ayat Al-Qur’an pada salah satu dari dua khutbah,
6)    Berdoa bagi kaum muslimin dan mukminin pada khutbah kedua
b.    Syarat- syarat Khutbah Jum’at
1)    Khutbah dilaksanakan pada waktu dzuhur,
2)    Khutbah dilaksanakan dengan berdiri kecuali jika tidak mampu,
3)    Khatib harus duduk diantara dua khutbah,
4)    Khutbah diucapkan dengan suara keras agar terdengar oleh jamaah,
5)    Khatib harus suci dari hadats dan najis,
6)    Khatib harus menutup aurat
7)    Tertib, baik rukun maupun antara keduanya dengan salat
c.    Sunah-sunah yang berkaitan dengan khutbah jum’at
1)    Khutbah itu hendaknya di lakukan diatas mimbar atau ditempat yang lebih tinggi,
2)    Khutbah diucapkan dengan kalimah yang fasih, jelas, mudah dipahami, sederhana, tidak terlalu panjang, dan tidak terlalu pendek.
3)    Khutbah hendaklah tetap menghadap jamaah dan jangan berputar-putar karena itu tidak di syariatkan
4)    Membaca surat al-Ikhlas ketika duduk diantara dua khutbah,
5)    Menertibkan tiga rukun, yaitu dimulai dengan puji-pujian, kemudian shalawat atas Nabi Muhammad Saw, lalu berwasiat dengan takwa,
6)    Jemaah hendaklah diam dan memperhatikan khutbah.
Sabda Nabi Saw:
عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ اَنَّ النَّبِيَ صلعم قَالَ : اِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ اَنْصِتْ وَاْلأِمَامُ يَخْطبُ فَقَدْ لَغَوْتَ   .رواه البخارى
Artinya:
 “Dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi Saw. Bersabda: Apabila engkau mengatakan “diam” kepada temanmu padahal imam sedang berkhutbah, maka sungguh telah binasa (sia-sia) jum’atmu.” (HR. Bukhari)
7)    Khatib hendaknya memberi salam pada permulaan khutbah,
8)    Khatib hendaklah duduk diatas mimbar sesudah memberi salam, dan ketika imam duduk , barulah azan dikumandangkan.

C.    Praktek Salat Jum’at
Pelaksanaan salat jum’at hampir sama dengan salat shubuh, yang berbeda hanya niatnya, dan dilakukan setelah dua khutbah, secara berjamaah. Secara rinci prakteknya adalah sebagai berikut:


1.    Takbiratul ihram hanya untuk rakaat bertama,
2.    Membaca doa iftitah,
3.    Membaca surat al-Fatihah, yang didahului dengan bacaan Ta’awwud,
4.    Membaca surat atau ayat al-Qur’an,
5.    Rukuk dengan membaca doa rukuk,
6.    Bangun dari rukuk dengan membaca doa i’tidal,
7.    Sujud pertama dengan membaca doanya,
8.    Duduk antara dua sujud dengan membaca doanya,
9.    Sujud kedua, sama dengan sujud pertama,
10.    Bangun dari sujud untuk melaksanakan rakaat kedua,
11.    Rakaat kedua dilaksanakan sama dengan rakaat pertama, kecuali takbiratul ihram dan doa iftitah tidak dibaca,
12.    Setelah sujud kedua pada rakaat kedua, dilanjutkan membaca tasyahud akhir dengan posisi duduk tawarruk kemudian diakhiri dengan dua salam.




1.     Salat Jum’at adalah Salat fardu dua rakaat yang wajib dilakukan secara berjamaah pada waktu zuhur dihari jum’at dan didahului dengan dua khutbah
2.     Hukum melaksanakan salat jum’at  adalah fardu ain, bagi setiap muslim laki-laki dewasa, merdeka, dan penduduk tetap (mukim). Tidak diwajibkan kepada wanita, anak-anak yang belum baligh, hamba sahaya, dan orang yang sedang dalam perjalanan (musafir).
3.     Rukun Salat jum’at ada dua macam, yaitu: Salat dua rakaat, Dua khutbah dilaksanakan sebelum salat.
4.     Syarat wajib salat jum’at antara lain: Islam, maka orang yang tidak beragama Islam tidak wajib salat jum’at, Laki-laki, maka tidak wajib jum’at bagi perempuan, Dewasa (baligh), maka  tidak wajib jum’at  bagi anak-anak, Merdeka, maka hamba sahaya tidak wajib salat jum’at, Sehat akal, maka tidak wajib jum’at bagi orang gila, Sehat badan, maka tidak wajib bagi yang sakit atau berhalangan, Mukim (menetap, maka tidak wajib jum’at bagi orang yang dalam perjalanan.
5.    Syarat sah mendirikan salat jum’at yaitu: salat jum’at diadakan dalam lingkungan masyarakat seperti di desa atau dikota yang berpenduduk, yang mencukupi bilangan salat jum’at, dilakukan secara berjamaah, dilakukan pada waktu dzuhur dan hanya dua rakaat dan di dahului dengan dua khutbah.



UJI KOMPETENSI

A.    Berilah tanda silang (X) pada salah satu pilihan jawaban yang paling benar !
1.    Salat fardu dua rakaat yang wajib dilakukan secara berjamaah pada waktu zuhur dihari jum’at   dan didahului dengan dua khutbah adalah....
a.    Salat duha                            c. Salat Jum’at
b.    Salat sunnah Rawatib         d. Salat mutlak

2.    Hukum salat jum’at adalah....
a.    Wajib kifayah            c. Sunnah muakkad
b.    Wajib ain                  d. Sunnah ghairu muakkad

3.    Yang tidak wajib  melaksanakan salat jum’at adalah....
a.    Orang Islam            c. Orang yang sudah dewasa
b.    Orang gila               d. Laki-laki

4.    Yang tidak termasuk syarat wajib salat jum’at adalah.....
a.    Islam                      c. Wanita
b.    Berakal                  d. Laki-laki

5.    Di bawah ini yang tidak termasuk syarat sahnya salat jumat adalah....
a.    Harus dengan berjamaah    c. Dilakukan pada waktu zuhur
b.    Didahului dua khutbah        d. Sedang bepergian jauh

6.    Ayat Al-Qur’an yang mewajibkan salat jumat adalah....
a.    Surat Al-Jumuah ayat 9        c. Surat Al-Baqarah ayat 9
b.    Surat al-jumuah ayat 19        d. Surat Al-Baqarah ayat 19

7.    Yang tidak termasuk hal-hal yang dapat menghalangi salat jumat adalah .....
a.    Sakit                c. Banjir
b.    Tidak memiliki sajadah        d. Bepergian

8.    Berikut ini yang tidak termasuk kepada rukun khutbah jumat adalah...
a.    Mengucapkan dua salam    c. Mengucapkan dua kalimah syahadat
b.    Wasiat dengan takwa        d. Mengucapkan shalawat kepada Nabi Saw

9.    Yang tidak termasuk syarat-syarat khutbah jumat adalah....
a.    Khotib hendaknya berdiri jika sanggup
b.    Khotib hendaknya suci dari hadats dan najis
c.    Hendaknya khotib menutup aurat
d.    Mengucapkan puji-pijian kepada Allah Swt

10.    عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ اَنَّ النَّبِيَ صلعم قَالَ : اِذَا قُلْتَ لِصَاحِبِكَ اَنْصِتْ وَاْلأِمَامُ يَخْطبُ فَقَدْ لَغَوْتَ   .رواه البخارى

Maksud dari hadits diatas adalah.....
a.    Jemaah hendaknya diam dan memperhatikan khutbah
b.    Khutbah itu hendaknya dilakukan diatas mimbar
c.    Khutbah hendaknya menghadap jemaah
d.    Jamaah hendaknya duduk ketika khutbah



B.    Jawablah pertanyaan-pertanyaan dibawah ini dengan benar !
1.    Apa yang dimaksud dengan salat jum’at ?
2.    tulis dasar hukum salat jum’at !
3.    Sebutkan rukun dan syarat salat jum’at !
4.    Sebutkan syarat wajib dan syarat sah salat jum’at !
5.    Sebutkan sunah-sunah salat Jum’at !
6.    Sebutkan hal-hal yang menghalangi salat jum’at !
7.    Sebutkan hal-hal yang membatalkan salat jum’at !
8.    Sebutkan rukun khutbah jum’at !
9.    Sebutkan syarat-syarat khutbah jum’at !
10.    Sebutkan 5 saja hal-hal yang termasuk kepada sunah-sunah khutbah jum’at !














Team Marchingband MA YATAMU

Team Marchingband MA "YATAMU' Pasawahan Kec. Susukanlebak Kab. Cirebon terbentuk pada tanggal 1 Mei 2012...Smoga smakin jaya....jayalah MA "YATAMU" Pasawahan

Monday, February 18, 2013

Jual Beli, Khiyar, dan Riba (makalah)

                                                JUAL BELI, KHIYAR, DAN RIBA



A.    Jual Beli
1.    Pengertian Jual Beli
Perdagangan atau jual beli menurut bahasa berarti al-Bai’,al-Tijarah, dan al-Mubadalah . sebagaimana firman Allah Swt.:
يَرْجُوْنَ تِجَارَةً لَنْ تَبُوْرَ  . سورة الفاطر :٢٩
Artinya: “Mereka mengharapkan tijarah (perdagangan) yang tidak akan rugi”. (QS. Al—Fathir :29)

Jual beli dalam bahasa Arab terdiri dari dua kata yang mengandung makna berlawanan yaitu Al- Bai’ yang artinya jual dan Asy Syira’a yang artinya beli. Dengan demikian , jual beli adalah penukaran harta (dalam pengertian luas) atas dasar saling rela atau tukar menukar suatu benda (barang) yang dilakukan antara dua pihak dengan kesepakatan (akad) tertentu atas dasar suka sama suka.
Adapun beberapa ulama mendefinisikan  jual beli sebagai berikut;
a.    Menurut ulama hanafiyah. Jual beli adalah saling menukarkan harta dangan harta melalui cara tertentu. Atau tukar menukar sesuatu yang diingini dengan yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.
b.    Menurut said sabiq jual beli adalah saling menukar harta dengan harta atas dasar suka sama suka.
c.    Menurut Imam An-Nawawi jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan kepemilikan.
2.    Landasan hukum Jual Beli
Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama manusia mempunyai landasan yang amat kuat dalam Islam.
Firman Allah Swt.
وَاَحَلَّ اللهُ اْلبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰوا.  سورة البقرة : ٢٧٥
Artinya: “Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…(QS.Al-baqarah:275)

Firman Allah SWT:
لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ اَنْ تَبْتَغُوْا فَضْلًا مِنْ رَبِّكُمْ . سورة البقرة : ١٩٨
Artinya: Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Tuhanmu..(QS.Al-baqarah:198)
Firman Allah SWT:
اِلَّا أَنْ تَكُوْنَ تِجٰرَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ... سورة النساء:٢٩
Artinya“…kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu (QS.An-nisa:29) 

 3.    Rukun dan Syarat-syarat Jual Beli
Mengenai rukun dan syarat jual beli, para ulama memiliki perbedaan pendapat.  Menurut mahzab hanafi rukun jual beli hanya ijab dan kabul saja. Menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli hanyalah kerelaan antara kedua belah pihak untuk berjual beli.
Menurut jumhur ulama rukun jual beli ada empat:
a.    Orang yang berakad (Penjual dan pembeli)
b.    Sighat (lafal ijab dan kabul)
c.    Benda-benda yang diperjual belikan
d.    Ada nilai tukar pengganti barang.
Menurut mahzab hanafi orang yang berakad, barang yang dibeli dan nilai tukar barang termasuk syarat bukan rukun  .Menurut jumhur ulama, bahwa syarat jual beli sama dengan rukun jual beli yang disebutkan di atas adalah sebagai berikut:
           Syarat orang yang berakad yaitu:
a.    Berakal
b.    Orang yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda. Maksudnya, seseorang tidak dapat bertindak sebagai pembeli dan penjual dalam waktu yang bersamaan.
           Syarat yang terkait dengan ujab kabul yaitu:
a.   orang yang mengucapkannya telah akil baligh dan berakal.
b.   qabul sesuai dengan ijab.
c.   ijab dan kabul dilakukan dalam satu majlis.
           Syarat yang diperjual belikan yaitu:
a.    Barang itu ada, atau tidak ada di tempat, tetapi pihak penjual menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.
b.    Dapat dimanfaatkan atau bermanfaat bagi manusia.
c.    Jelas orang yang memiliki barang tersebut.
d.  Dapat diserahkan pada saat akad berlangsung, atau pada waktu yang telah disepakati bersama ketika akad berlangsung.
            Syarat nilai tukar (harga barang)
a.    Harga yang disepakati oleh kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
b.    Dapat diserahkan pada saat waktu akad (transaksi).
c.    Bila jual beli dilakukan dengan cara barter, maka barang yang dijadikan nilai tukar, bukan barang yang diharamkan syara’.

4.     Macam-macam jual beli :
Jual beli ditinjau dari segi hukumnya dibagi menjadi dua macam yaitu :
a.    Jual beli yang sahih
Apabila jual-beli itu disyariatkan, memenuhi rukun atau syarat yang di tentukan, barang itu bukan milik orang lain, dan tidak terkait dengan khiyar lagi, maka jual beli itu sahih dan mengikat kedua belah pihak. Umpamanya, seseorang membeli suatu barang. Seluruh rukun dan syarat jual-beli telah terpenuhi. Barangitu juga telah di periksa oleh pembeli dan tidak ada cacat, da tidak ada rusak. Uang yang sudah diserahkan dan barangpun sudah diterima dan tidak ada lagi khiyar.
b.    Jual beli yang tidak sahih (batil)
Apabila pada jual-beli itu salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasarnya dan sifatnya tidak di syariatkan, maka jual beli itu batil. umpamanya, jual beli yang dilakukan oleh orang gila, atau barang-barang yang di jual itu barang-barang yang di haramkan syara (bangkai, darah, babi dan khamar).
1)    Jual beli sesuatu yang tidak ada
2)      Menjual barang yang tidak dapat di serahkan
3)      Jual beli yang mengandung unsur tipuan
4)      Jual beli benda najis
5)      Jual beli al-‘urbun (Jual beli yang bentuknya dilakukan melalui perjanjian)
6)     Memperjualkan air sungai, air danau, air laut dan air yang tidak dimiliki oleh seseorang
                   Menurut mazhab hanafi jual beli fasid antar lain
a.    Jual beli al-majhl yaitu benda atau barang secara gelobal tidak di ketahui.
b.    Jual beli yang dikaitkan dengan suatu syarat, seperti ucapan penjual kepada pembeli:” saya jual mobil saya ini kepadda anda bulan depan setelah mendapat gaji
c.    Menjual barang yang gaib yang tidak di ketahui pada saat jual beli berlangsung, sehingga tidak dapat dilihat oleh pembeli
d.    Jual beli yang dilakukan orang buta
e.    Barter barang dengan barang yang diharamkan
f.    Jual beli al-ajl. Contoh: seseorang menjual barangnya senilai Rp100.000 dengan pembayarannya di tunda selama sebulan, setelah penyerahan barang kepada pembeli, pemilik barang pertama membeli kembali barang tersebut dengan harga yang lebih rendah misalnya Rp 75.000 sehingga pembeli pertama tetap berhutang sebesar Rp 25.000.
g.    Jual beli anggur untuk tujuan membuat khamr
h.    Jual beli yang bergantung pada syarat. Contoh: seperti ungakapan pedagamg:”jika kontan harganya 1.200.000 dan jika berhutang harganya 1.250.000
i.     Jual beli sebagian barang yang tidak dapat di pisahkan dari satuannya. Contoh: menjual daging kambing yang diambil dari daging kambing yang masih hidup.
j.    Jual beli buah-buahan atau padi-padian yang belum sempurna matangnya untuk di panen
Dari segi objek jual beli dan segi pelaku jual beli
Ditinjau dari segi benda yang yang dijadikan obyek jual beli dapat dikemukakan pendapat imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagai menjadi tujuh bentuk :
1.    jual beli benda yang kelihatan. Maksudnya adalah pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada didepan penjual dan pembeli, seperti membeli beras dipasar  dan boleh dilakukan.
2.    Jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya dalam janji
Sama dengan jual beli salam (pesanan), ataupun yang dilakukan secara tidak tunai (kontan). Maksudnya ialah perjanjian sesuatu yang penyarahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu.


Dalam salam berlaku semua syarat jual beli dan syarat-syarat tambahannya ialah :
1.    Ketika melakukan akad salam disebutkan sifat-sifatnya yang mungkin dijangkau oleh pembeli, baik berupa barang yang dapat ditakar, ditimbang maupun diukur.
2.    Dalam akad harus disebutkan segala sesuatu yang bias mempertinggi dan memperendah harga barang itu.
3.    Barang yang akan diserahkan hendaknya barang-barang yang biasa didapat dipasar. Harga hendakya dipegang ditempat akad berlangsung.
Jual Beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah :
1.    Barang yang dihukumkan najis oleh agama seperti anjing, babi, berhala, bangkai dan khamar.
2.    Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dengan betina
3.    Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya.
4.    Jual beli dengan mukhadharah yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas untuk dipanen.
5.    Jual beli dengan munabadzah yaitu jual beli secara lempar-melempar.
6.    Jual beli gharar yaitu jual beli yang samar sehingga kemungkinan adanya penipuan, contoh : penjualan ikan yang masih dikolam.
7.    Larangan menjual makanan sehingga dua kali ditakar, hal ini menunjukkan kurang saling mempercayainya antara penjual dan pembeli.

5.    Hikmah dan anjuran jual beli
Adapun hikmah dibolehkannya jual-beli itu adalah menghindarkan manusia dari kesulitan dalam bermuamalah dengan hartanya. Seseorang memiliki harta di tangannya, namun dia tidak memerlukannya. Sebaliknya dia memerlukan suatu bentuk harta, namun harta yang diperlukannya itu ada ditangan orang lain. Kalau seandainya orang lain yang memiliki harta yang diingininya itu juga memerlukan harta yang ada di tangannya yang tidak diperlukannya itu, maka dapat berlaku usaha tukar menukar yang dalam istilah bahasa Arab disebut jual beli.
B. Khiyar
1.  Definisi Khiyar
Khiyar secara Etimologi berarti : memilih,hak untuk memilih.Sedangkan khiyar secara etimologi adalah :“suatu keadaan yang menyebabkan aqid (orang yang bertransaksi) memiliki hak untuk memutuskan akadnya,yakni meneruskan atau membatalkannya.(Syafei2000:102)

2.    Macam-macam Khiyar
Terdapat beberapa pendapat ulama mengenai macam-macam kkhiyar itu sendiri sesuai dengan perspektif masing-masing dalam mengklasifikasikan jenis-jenis khiyar,di antara pendapat tersebut sebagi berikut :
Ulama Malikiyah  membagi khiyar kepada :
a.    khiyar al-taammul(melihat,meneliti) :Khiyar mutlak
b.    Khiyar naqish (kurang) :apabila terjadi kekuranggan atau aib pada barang yang di jual
            Ulama syafi’iyah membagi khiyar kepada :
a.    Khiyar at-tasyahi : khiyar yang menyebabkan pembeli memperlama transaksi sesuai seleranya terhapad barang, baik dalam majlis maupun syarat.
b.    Khiyar naqisah : khiyar yang disebabkan adanya perbedaan dalam lafadz atau adanya kesalahan dalam perbuatan atau adanya pengantian.
Adapun khiyar yag didasarkan kepada hukum syara’ menurut ulama syafi’iyah ada 16( enam belas) dan menurut ulama hanafiyah ada 8(delapan),namun yang dibahas disini adalah khiyar yang yang paling masyhur (yang paling dikenal ),di antaranya sebagai berikut :

a.    Khiyar majelis
Secara bahasa majelis berarti tempat duduk, bila dikaitkan dengan khiyar maka memilki arti  hak untuk meneruskan atau membatalkan jual beli selama penjual dan pembeli belum berpisah atau keduanya masih bersama-sama ditempat tersebut.
 Rosulullah tidak menentukan atau menetapkan makna perpisahan yang menjadi batasan selesainya transaksi,apakah ketika mereka berpindah dari majelis ataukah saling berpisah badan atau hanya pada adanya kesepakatan berakhirnya akad. Mengenai masalah ini As-suyuthi berkata,” ulama ahli fiqh menyatakan :setiap hal yang disebutkan secara mutlak dan tidak disebutkan batasannya dalams yariat dan tidak juga dalam syariat maka pembatasanya dikembalikan kepada ‘urf”..
Dalam transaksi jual beli tidak bisa serta merta pelaku transaksi membatalkan jual beli,atau mengunakan hak khiyanya dengan sekehendak hati,sehingga merugikan atau menyakiti salah satu pihak,agar tidak terjadi kedzaliman dalam pengunaan khiyar maka islam pun juga mengatur bagaimana cara mengugurkan khiyar mejelis dengan baik yaitu seperti yang disebutkan dalam hadist ibnu umar r.a :“Dan bila salah satu dari keduanya menawarkan pilihan,kemudian mereka berjual beli dengan asas pilihan yang ditawarkan tersebut maka selesaikanlah akad jula beli tersebut.”
Berdasarkan potongan hadist diatas masing-masing dari keduanya diperbolehkan menawarkan kepada kawannya agar hak ini digugurkan sehingga penjualan tersebut telah selesai,walaupun masih bersama-sama dalam satu tempat. Dan juga berdasarkan hadist yang telah tertera pada bahasan yang telah lalu,walaupun batasan berlakunya hak khiyar adalah berpisah namun tidak dibenarkan bagi keduanya untuk dengan sengaja terburu-buru memisahkan dirinya dari lawan transaksinya dengan tujuan mengugurkan hak ini. Akan tetapai berlaku sewajarnya (sesuai dengan kaidah-kaidah norma kesopanan). Menurut para ulama hal pilih khiyar ini tidak hanya berlaku pada jual beli, melainkan berlaku pada transaksi lain yang serupa yaitu sewa-menyewa,valas,akad salam,karena semua merupakan akad yang bersifat mengikat.Sedangkan pada akad yang tidak bersifat berlaku ketentuan lain seperti akad mudharabah,perwakilan,serikat dagang dan lain-lain.
Cara mengugurkan Khiyar tersebut ada tiga :
1.    Penguguran Jelas (Sharih)
Penguguran sharih ialah penguguran oleh orang yang berkhiyar, seperti menyatakan,”Saya batalkan khiyar dan saya rida.”Dengan demikian,akad menjadi lazim (sahih).Sebaliknya akad gugur dengan pernyataan,”Saya batalkan atau saya gugurkan akad.”
2.    Pengguguran Dengan Dilalah
Pengguguran dengan Dilalah adalah adanya tasharuf (beraktifitas dengan barang tersebut ) dari perilaku khiyar yang menunjukkan bahwa jual-beli jadi dilakukan,seperti pembeli menghibahkan barang tersebut kepada orang lain,atau sebaliknnya, pembeli mengembalikan kepemilikan kepada penjual.
3.    Pengguran Khiyar Dengan dengan Kemadharatan
Pengguran Khiyar dengan kemdharatan ini disebabkan oleh beberapa hal,antara lain sebagai berikut :




a.    Habis Waktu
Khiyar menjadi gugur setelah habis waktu yang tealah ditetapkan walaupun tidak ada pembatalan dari yangberkhiyar.Dengan demikian akad menjadi lazim.  Hal ini sesuai dengtan pendapat ulama Syafi’iyah dan Hanbaliyah.
Menurut ulama Malikiyah,akad tidak lazim dengan berakirnya waktu,tetapi harus ada ketetapan dari yang berkhiyar sebab khiyar bukan kewajiban.Oleh karene itu,akad tidak gugur karna berkirnya waktu,contohnya,janji seorang tuan terhadap budak untuk dimerdekakan pada waktu tertentu.Budak tersebut tidak merdeaka karena berkhirnya waktu.

b.    Kematian Orang yang Memberikan Syarat
Jika orang yang memberikan syarat meninggal dunia, maka khiyar menjadi gugur, baik yang meninggal itu sebagai pembeli maupun penjual, lalu akad pun menjadi lazim,sebab tidak mungkin menbatalkannya.Namun tetang kewarisan syarat para ulama berbeda pendapat, antara lain :
1)    Menurut ulama Hanafiyah, khiyar syarat tidak dapat diwariskan, tetapi gugur dengan meninggalnya orang yang memberikan syarat.
2)    Ulama hanbaliyah berpendapat bahwa bahwa khiyar menjadi batal dengan meninggalnya orang yang memberikan syarat,kecuali jika ia mengamanatkan untuk membatalkannya,dalam hal ini,khiyar menjadi kewajiban ahli waris.
3)    Ulama syafi’iyah dan malikiyah berpendapat bahwa khiyar menjadi haknya ahli waris,dengan demikian,tidak gugur dengan meninggalnya orang yang memberikan syarat.

c.    Adanya hal-hal yang semakna dengan mati
Khiyar gugur dengan adanya hal-hal yang serupa dengan mati, seperti gila, mabuk, dan lain-lain. Dengan demikian,jika akal seseorang hilang karena gila, mabuk, tidur, akadnya menjadi lazim.

d.    .Barang rusak  ketika masa khiyar
Tentang rusaknya barang ketika khiyar terdapat beberapa masalah,apakah rusaknya setelah diserahkan kepada pembeli atau masih dipegang penjual dan lain-lian,sebagaimana akan dijelaskan di bawah ini :
1)    Jika barang masih ditangan pembeli batallah jual-beli dan khiyar pun gugur.
2)    Jika barang sudah pada tangan pembeli,jual beli batalnjika khiyar berasal dari penjual,tetapi pembeli harus menggantinya.
3)    Jika barang suadah ada ditangan pembeli dan khiyar dati pembeli,jual-beli menjadi lazim dan khiyar pun gugur.
4)    Ulama Syafi’iyah dan ulama hanbaliyah berpendapat bahwa jika barang rusak dengan sendirinya, khiyar gugur dan jual-beli batal.

e.    Adanya cacat pada barang
Dalam masalah ini terdapat beberapa penjelasan :
1)    Jika khiyar berasal dari penjual, dan cacat terjadi dengan sendirinya, khiyar gugur dan jual-beli batal. Akan tetapi, jika cacat karena perbuatan pembeli atau orang lain, khiyar tidak gugur dan pembeli berhak khiyar dan bertanggung jawab atas kerusakannya.Begitu juga dengan orang lain.
2)    Jika khiyar berasal dari pembeli dan ada cacat, khiyar gugur, tetapi jual-beli tidak gugur, sebab barang menjadi tanggung jawab pembeli.

3.    Hikmah ditetapkannya khiyar majelis
Disyariatkannya hak pilih macam (khiyar majelis) ini guna menutup atau memperkecil pintu-pintu penyesalan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi jual-beli.Sebab sering kali seseorang terlalu tertarik atau juga terpengaruh terhadap suatu hal sehingga ia terburu-buru dalam memutuskan untuk membeli atau menjual sesuatu tanpa mepertimbangkan manfaat atau kerugiannya,sehingga setelah transaksi terjadi ada pihak yang merasa kurang diutungkan,dan kemudian menimbulkan rasa kebencian terhadap saudaranya atau hal yang serupa. Sehingga tercapailah salah satu syarat jual beli yaitu adanya rasa suka sama suka dapat terwujud dengan sempurna.

2.    Khiyar Syarat
Pengertian khiyar syarat menurut ulama fiqih adalah :“suatu keadaan yang membolehkan salah seorang yang melakukan akad atau masing-masing akid atau selain kedua pihak yang akad memiliki hak pembatalan atau penetapan akad selama waktu yang ditentukan.”
Misalnya seorang pembeli berkata,” Saya beli dari kamu barang ini ,dengan catatan saya ber-khiyar (mempertimbangkan) selama sehari atau tigahari.”

Di syariatkannya khiyar syarat ini berdasarkan hadist nabi yang telah tersebut di atas yaitu :“Dan bila salah satu dari keduanya menawarkan pilihan.kemudian mereka berjual beli dengan asas pilihan yang ditawarkan tersebut maka selesailah akad jual beli tersebut.”
Sebagian ulama menafsirkan hadis tini : Bahwa bila salah satu dari keduanya memberikan tawaran berupa pilhan kepada lawan transaksinya untuk memperpanjang masa berlakunya hak pilihi ni,kemudian mereka menyetujuinya,maka akad jual beli selesai,sesuai dengan tawaran tersebut dan penafsiran ini selaras dengan prinsip suka sama suka,sebab prinsip ini dikembalikan seutuhnya kepada kedua belah pihak yang bertransaksi.
Jumhurul ulama sepakat (ijma’) bahwa boleh bagi orang yang berjual-beli melakukan transaksi semacam ini.
Dalam menentukan batas maksimal khiyar syarat para ulama berselisih pendapat sesuai dengan metode ijtihad masing-masing yaitu :
a.    Madzhab hambali : masing-masing penjual dan pembeli berhak menetapkan persyaratan sesuka mereka, tanpa ada batas waktu.mereka beralasan bahwa hak mengadakan persyaratan adalah hak mereka berdua,sehingga bila keduanya rela mengadakan syarat hak untuk membatalkan dalam waktu lama, maka itu terserah kepada mereka berdua karena tidak ada dalil yang membatasinya.
b.    Madzhab Hanafi dan Asy-Syafi’i : Lama hak yang dipersyaratkan tidak boleh lebih dari tiga hari,mereka mengambil dalil dari perkataan umar bin khattab berikut : Umar bin Khattab berkata,”Aku tidak mendapatkan dalil yang menetapkan adanya persyaratan yang lebih lama disbanding yang ditetapkan oleh Rosulullah SAW untuk Habbban bin Munqiz,beliau menetapkan untuknya hak pilih selama tiga hari,bila ia suka ia meneruskan pembeliannya,dan bila tidak suka,maka ia membatalkannya,” (HR.Ad-Daruquthni dan Ath-Thabrani,dan dilemahkan oleh Hafidz ibnu Hajar)
c.    Madzhab Maliki yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam ibnu Taimiyah : Lama hak pilih yang di syaratkan boleh lebih dari tiga hari sesuai dengan kebutuhan dan barang yang diperjual belikan, mereka beralasan bahwa hak semacam ini demi kemaslahatan masing-masing pihak yakni kemslahatan yang berkaitan dengan barang yang mereka perjual-belikan,sehingga harus disesuaikan dengan keadaan barang tersebut.
Dari sekian pendapat yang ada yang terkuat adalah yang ketiga, sebab beragamnya barang yang diperjual-belikan,ada barang yang tahan lama dan ada pula yang bersifat sementara.



3.    Khiyar Aib/Cacat
Khiyar aib adalah khiyar yang disyariatkan karena tidak terwujudnya kriteria yang diinginkan pada barang baik diinginkan menurut kebiasaan masyarakat atau karena ada persyaratan atau karena ada praktek pengelabuhan… . Dan yang dimaksud dengan kriteria yang diinginkan menurut kebiasaan masyarakat ialah tidak adanya cacat pada barang tersebut.”
Dasar hukumnya adalah :“Dari Abdul Majid bin Wahab ia mengisahkan, Al-Addaa’ bin Kholid bin Hauzah berkata kepadaku : sudikah engkau aku bacakan kepadamu surat yang dituliskan Rasululloh untukku?, aku pun menjawab : tentu, kemudian ia mengeluarkan secarik surat, dan ternyata isinya : “ inilah pembelian Al-Adaa’ bin Kholid bin Hauzah dari Muhammad Rasululloh, Al-Adaa’ membelinya dari nabi seorang budak laki=laki atau budak perempuan yang tidak ada penyakitnya, perangai  yang buruk, tidak ada pengelabuhan, sebagaimana penjualan orang muslim kepada orang muslim lainnya.”(HR. At-Turmudzi, Ibnu Majah, Ath-Thabrani, Al-baihaqy, dan dihasankan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-Ashqolani dan Al-Albani)
Dan juga hadits Rasululloh yang berbunyi :“Dari Aisyah R.A. : Bahwa ada seorang lelaki yang membeli seorang budak, kemudian ia memperkerjakannya, lalu ia mendapatkan pada budak tersebut suatu cacat, sehingga ia mengembalikannya (kepadda penjual). Maka penjual mengadu kepada Rasululloh dan berkata : Wahai Rasululloh, sesungguhnya ia telah memperkerjakan buidakku? Maka beliu bersabda : “Keuntungan itu addalah tanggungjawab atas jaminan,”(HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Al-Hakim, Al-Baihaqy dan dihasankan oleh Al-Albani)
Sebagian ulama mengungkapkan definisi aib atau cacat yang dimaksud adalah: “ Setiap hal yang menyebabkan berkurangnya harga suatu barang.
Dari definisi dan juga penjelasan sebelumnya dapat dipahami  bahwa cacatt yang dapat menjadi alasa untuk membatalkan penjualan adalah cacat yang terjadi pada barang sebelum terjadinya akad penjualan, atau disaat sedang akad penjualan berlangsung atau  sebelum barang diserah-terimakan kepada pembeli.

Dari pembahasan tentang macam-macam khiyar diatas dapat dipahami dengan jelas, bahwa orang yang telah mengadakan akad jual beli dan ia masih memiliki hak khiyar, maka ia berhak untuk  membatalkan akad jual belinya walau tanpa seizing dan tanpa kerelaan lawan transaksinya, dan juga tanpa sepengetahuan lawan transaksinya,
Menurut ulama Hanafiyah cara pembatalan cukup dengan lisan dengan syarat diketahui oleh pemilik barang,    baik pemilik barang rido ataupun tidak. Sebaliknya, jika pembatalan tidak diketahui oleh penjual, baik khiyarnya berasal dari penjual ataupun pembeli, pembatalan ditangguhkan sampai diketahui penjual. apabila habis waktu khiyar dan penjual tidak mengetahuinya, akad menjadi lazim. Ulama Malikiyah, Hanbaliyah, Syafi’iyah berpendapat bahwa apabila khiyar bersal dari pembeli,pembatalan dipandang sah walaupun tidak diketahui penjual.hal ini karena adanya khiyar menunjukkan bahwa penjual rela apabila pembeli membatalkan kapan saja pembeli membatalkannya.
Hukum akad pada masa khiyar, yaitu:
a)    Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa tidak terjadi akad pada jual-beli yang mengandung khiyar, tetapi ditunggu sampai gugurnya khiyar.
b)    Ulama Malikiyah dalam riwayat Ahmad, Barang yang ada pada masa khiyar masih milik penjual, sampai gugurnya khiyar,sedangkan pembeli belum memiliki hak sempurna terhadap barang.
c)    Ulama Syafi’iyah berpendapat,jika khiyar syarat berasal dari pembeli,barang menjadi milik pembeli.Sebaliknya jika khiyar syarat menjadi milik penjual,barang menjadi milik penjual.Jika khiyar berasal dari keduanya,ditunggu sampai jelas (gugurnya khiyar).
d)    Ulama Hanbaliyah,dari siapapun khiyar berasal,barang tersebut menjadi milik pembeli.Jual-beli dengan khiyar,sama seperti jual beli lainnya,yakni menjadikan pembeli sebagai pemilik barang yang tadinya milik penjual. Mereka mendasarkannya pada hadist Nabi SAW.dari ibnu Umar ;
’’Barang siapa yang menjual hamba yang memilki harta maka harta tersebut milik penjual,kecuali bila pembeli mensyaratkannya.”
Dari hadist tersebut,Rosulullah SAW.menetapkan bahwa harta menjadi milik pembeli dengan adanya syarat.

B.    Riba
1.    Sejarah Riba
Pada mulanya riba merupakan suatu tradisi bangsa Arab pada jual beli maupun pinjaman dimana pembeli atau penjual, yang meminjam atau yang memberi pinjaman suatu barang atau jasa dipungut atau memungut nilai yang jauh lebih dari semula, yakni tambahan (persenan) yang dirasakan memberatkan. Namun setelah Islam datang, maka tradisi atau praktek seperti ini tidak lagi diperbolehkan, dimana oleh Allah SWT menegaskan dengan mengharamkannya dalam Al-Qur’an (baca ; ayat dan hadist yang melarang riba), bahkan oleh Allah dan RasulNya akan memusuhi dan memeranginya apabila tetap melanggarnya, yang demikian itu dimaksudkan untuk kemaslahatan dan juga kebaikan umat manusia.

2.    Pengertian Riba
Asal makna riba menurut bahasa Arab (raba-yarbu) atau dalam bahasa Inggrisnya usury/interest ialah lebih atau bertambah (ziyadah/addition) pada suatu zat, seperti tambahan pembayaran atas uang pokok pinjaman . Misalnya si A memberi pinjaman kepada si B, dengan Syarat si B harus mengembalikan uang pokok pinjaman beserta sekian persen tambahannya. Riba dapat diartikan juga dengan segala jual beli yang haram. Adapun yang dimaksud disini menurut istilah syara’ adalah akad yang terjadi dengan penukaran tertentu, tidak diketahui sama atau tidaknya menurut syara’, atau terlambat menerimanya.

3. Beberapa Macam Riba.
a. Riba Nasi’ah
Riba nasi’ah (riba yang jelas, diharamkan karena keadaanya sendiri) diambil dari kata an-nasu’, yang berarti menunda, jadi riba ini terjadi karena adanya penundaan pembayaran hutang. Penjelasannya sebagai berikut. Tambahan yang disyaratkan, yang diambil oleh orang yang memberi hutang dari orang yang berhutang. . Misalnya, si A meminjam satu juta rupiah kepada si B dengan janji waktu setahun pengembalian hutangnya. Setelah jatuh temponya, si A belum bisa mengembalikan hutangnya kepada si B, maka si A menyanggupi untuk memberi tambahan dalam pembayaran hutangnya.jika si B mau menambah/menunda jangka waktunya. atau si B menawarkan kepada si A, “apakah engkau akan membayarnya atau menundanya kembali dengan menanggung bunga?” Jika si B membayarnya, maka ia tidak dikenakan tambahan. Sedangkan jika tidak dapat membayarnya, maka ia menambahkan tangguh pembayaran dengan syarat bahwa ia nantinya harus membayarnya dengan tambahan. Sehingga, akhirnya harta yang menjadi tanggungan hutang orang tersebut pun menjadi terlipat ganda. Hal ini merupakan praktek/kebiasaan Jahiliyah, Oleh karena itu, Allah mengharamkan hal itu, dengan firmannya:
“ Dan jika (orang yang berutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan.” (al-Baqarah: 280)
Maka dari itu jika waktu hutang tersebut sudah jatuh tempo, semantara orang yang berhutang itu kesulitan membayarnya, maka ia tidak boleh membalikan hutang tersebut kepadanya, tapi harus siberikan tempo lagi. Sedangkan jika orang yang berhutang itu berpunya, dan tidak sedang kesulitan, maka ia harus membayar hutangnya, dan tidak perlu menambah nilai tanggungan hutangnya itu, baik orang yang berhutang itu sedang mempunyai uang atau sedang sulit.
         b. Riba Fadhl
Riba fadhl (riba yang samar, diharamkan karena sebab lain) berasal dari kata al-fadhl, yang berarti tambahan dalam salah satu barang yang dipertukarkan. Riba ini terjadi karena adanya tambahan pada jual beli benda/barang yang sejenis.
Jadi syariat telah menetapkan keharamannya dalam enam hal, yakni diantaranya adalah emas, perak, gandum, kurma, garam. Dan jika salah satu barang-barang ini diperjual belikan dengan jenis yang sama, maka hal itu diharamkan jika disertai dengan adanya tambahan antara keduanya. Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh Sayid Sabiq bahwa riba fadhl ialah jual beli emas/perak atau jual beli bahan makanan dengan bahan makanan (yang sejenis) dengan ada tambahan.
Hal ini berdasarkan dari hadist Nabi yang disampaikan Abu Said al-Khudri (yang juga hampir senada dengan hadist yang disampaikan oleh ‘Ubadah bin al-Shamit )3 :
“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandunm, kurma dengan kurma dan garam dengan garam harus sama dan tunai. Maka barang siapa yang meminta tambahan maka sesungguhnya ia memungut riba. Orang yang mengambil dan memberikan riba itu sama dosanya.” (H.R. Ahmad, Muslim dan Nasa’i)
Riba ini diharamkan karena untuk mencegah timbulnya riba nasi’ah, sehingga ia bersifat prefentif. Sebagian Ulama ada yang membedakan antara riba nasi’ah dengan riba fadhl seperti membedakan antara berbuat zina dengan memandang atau memegang wanita yang bukan mahramnya dengan nafsu syahwat. Memandang atau memegang wanita seperti itu diharamkan karena untuk menghindari perbuatan zina. .
Sebagian Ulama ada yang menambahkan selain kedua jenis riba tersebut diatas, yakni riba yad, yaitu riba yang dilakukan karena berpisah dari tempat akad sebelum serah terima terjadi. Kemudian Riba qardi yaitu hutang dengan syarat ada keuntungan bagi yang memberi hutang4. Namun secara umum keduanya termasuk kedalam jenis riba nasi’ah dan riba fadhl.
Pada dasarnya semua agama samawi di dunia (revealed religion) melarang praktek riba, karena dapat menimbulkan dampak bagi masyarakat pada umumnya dan bagi mereka yang terlibat riba pada khususnya.
Adapun dampak akibat praktek dari riba itu sendiri diantaranya adalah sebagai berikut5:
1.    Menyebabkan eksploatasi (pemerasan) oleh si kaya terhadap si miskin, sehingga menjadiakan si kaya semakin berjaya dan si miskin tambah sengsara
2.    Dapat menyebabkan kebangkrutan usaha bila tidak disalurkan pada kegiatan-kegiatan yang produktif, karena kebanyakan modal yang dikuasai oleh the haves (pengelola) justru disalurkan dalam perkreditan berbunga yang belum produktif.
3.    Menyebabkan kesenjangan ekonomi, yang pada gilirannya bisa mengakibatkan kekacauan sosial.
Firman Allah SWT :
          •    
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.(QS. Ali Imran: 130
D. Bunga Bank
Bunga bank sendiri dapat diartikan berupa ketetapan nilai mata uang oleh bank yang memiliki tempo/tenggang waktu, untuk kemudian pihak bank memberikan kepada pemiliknya atau menarik dari si peminjam sejumlah bunga (tambahan) tetap sebesar beberapa persen, seperti lima atau sepuluh persen.
Dengan kata lain bunga bank adalah sebuah system yang diterapkan oleh bank-bank konvensional (non Islam) sebagai suatu lembaga keuangan yangmana fungsi utamanya menghimpun dana untuk kemudian disalurkan kepada yang memerlukan dana (pendanaan), baik perorangan maupun badan usaha, yang berguna untuk investasi produktif dan lain-lain.
Bunga bank ini termasuk riba , sehingga bunga bank juga diharamkan dalam ajaran Islam. Bedanya riba dengan bunga/rente (bank) yakni riba adalah untuk pinjaman yang bersifat konsumtif, sedangkan bunga/rente (bank) adalah untuk pinjaman yang bersifat produktif8. Namun demikian, pada hakikatnya baik riba, bunga/rente atau semacamnya sama saja prakteknya, dan juga memberatkan bagi peminjam.
Maka dari itu solusinya adalah dengan mendirikan bank Islam. Yaitu sebuah lembaga keuangan yang dalam menjalankan operasionalnya menurut atau berdasarkan syari’at dan hukum Islam. Sudah barang tentu bank Islam tidak memakai system bunga, sebagaimana yang digunakan bank konvensional. Sebab system atau cara seperti itu dilarang oleh Islam.
Sebagai pengganti system bunga tersebut, maka bank Islam menggunakan berbagai macam cara yang tentunya bersih dan terhindar dari hal-hal yang mengandung unsur riba. Diantaranya adalah sebagai berikut 
1.    Wadiah (titipan uang, barang, dan surat berharga atau deposito). Bisa diterapkan oleh bank Islam dalam operasionalnya menghimpun dana dari masyarakat, dengan cara menerima deposito berupa uang, barang dan surat-surat berharga sebagai amanah yang wajib dijaga keselamatannya oleh bank Islam. Bank berhak menggunakan dana yang didepositokan itu tanpa harus membayar imbalannya tetapi bank harus menjamin bisa mengembalikan dana itu kepada waktu pemiliknya membutuhkan
2.    Mudharabah (kerja sama antara pemilik modal dengan pelaksana atas dasar perjanjian profit and loss sharing).dengan cara ini, bank Islam dapat memberikan tambahan modal kepada pengusaha untuk perusahaannya baik besar maupun kecil dengan perjanjian bagi hasil dan rugi yang perbandingannya sama sesuai dengan perjanjian, misalnya fifty-fifty. Dalam mudharabah ini, bank tidak mencapuri manajeman perusahaan.
3.    Musyarakah/ syirkah (persekutuhan). Di bawah kerja sama cara ini, pihak bank dan pihak perngusaha mempunyai peranan (saham) pada usaha patungan (joint venture.) karena itu, kedua belah pihak berpartisipasi mengelola usaha patungan ini dan menanggung untung ruginya bersama atas dasar perjanjian tersebut.
4.    Murabahah (jual beli barang dengan tambahan harga atau cost plus atas dasar harga pembelian yang pertama secara jujur). Dengan cara ini, orang pada hakikatnya ingin merubah bentuk bisnisnya dari kegiatan pinjam meminjam menjadi transaksi jual beli (lending activity menjadi sale and purchase transaction). Dengan system ini, bank bias membelikan/menyediakan barang-barang yang diperlukan oleh pengusaha untuk dijual lagi, dan bank minta tambahan harga (cost plus) atas harga pembelinya. Syarat bisnis dengan murabahah ini ialah si pemilik barang dalam hal ini bank harus memberi informasi yang sebenarnya kepada pembeli tentang harga pembeliannya dan keuntungan bersihnya (profit margin) daripada cost plus-nya itu.
5.    Qargh Hasan (pinjaman yang baik atau bernevolent loan). Bank Islam dapat memberikan pinjaman tanpa bunga (benevolent loan) kepada para nasabah yang baik, terutama nasabah yang punya deposito di bank Islam itu sebagai salah satu service dan penghargaan bank kepada para deposan, karena deposan tidak menerima bunga atas depositonya dari bank Islam.
6.    Bank Islam juga dapat menggunakan modalnya dan dana yang terkumpul untuk investasi langsung dalam berbagai bidang usaha yang profitable. Dalam hal ini, bank sendiri yang melakukan manajemennya secara langsung, berbeda dengan investasi patungan, maka manajemennya dilakukan oleh bank bersama partner usahanya dengan perjanjian profit and loss sharing.
7.    Bank Islam boleh pula mengelola zakat di Negara yang pemerintahnya tidak mengelola zakat secara langsung. Dan bank juga dapat menggunakan sebagian zakat yang terkumpul untuk proyek-proyek yang produktif, yang hasilnya untuk kepentingan agama dan umum.
8.    Bank Islam juga boleh memungut dan menerima pembayaran untuk :
1.    Mengganti biaya-biaya yang langsung dikeluarkan oleh bank dalam melaksanakan pekerjaan untuk kepetingan nasabah, misalnya biaya telegram, telpon, telex dalam memindahkan atau memberitahukan rekening nasabah dan sebagainya.
2.    Membayar gaji para karyawan bank yang melakukan pekerjaan untuk kepentingan nasabah, dan untuk sarana dan prasarana yang disediakan oleh bank, dan biaya administrasi pada umumnya.
E. Hukum Bermuamalah dengan Bank Konvensional dan Hukum Mendirikan Bank Islam
Pada masa zaman kehidupan modern seperti saat sekarang ini, umat Islam hampir tidak dapat menghindari diri dari bermuamalah dengan bank konvensional yang memakai system bunga itu dalam segala aspek kehidupannya, termasuk dalam beragama. Misalkan ibadah Haji di Indonesia umat Islam harus memakai jasa bank, apalagi dalam hal kehidupan ekonomi sulit untuk bisa lepas dari jasa bank itu sendiri. Sebab tanpa jasa bank tersebut, perekonomian Indonesia mungkin tidak akan selancar dan semaju seperti sekarang. Namun para ulama dan cendikiawan Muslim sendiri hingga kini masih tetap berbeda pendapat tentang hukum bermuamalah dengan bank konvensional dan hukum bunga banknya.
Perbedaan pendapat mereka tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut  :
1.    Pendapat Abu Zahrah (Guru Besar Fakultas Hukum, Universitas Cairo), Abul A’la Maududi (Pakistan), Muhammad abdullah Al-‘Arabi (Penasihat Hukum pada Islamic Congres Cairo), dan lainnya yang sependapat menyatakan bahwa bunga bank itu riba nasiah, yang dilarang oleh agama Islam. Oleh karena itu umat Islam tidak diperkenankan bermuamalah dengan bank yang memakai sistem bunga, terkecuali memang benar-benar dalam keadaan darurat atau terpaksa, dengan syarat mereka itu mengharapkan dan menginginkan lahirnya bank Islam yang tidak memakai sistem bunga sama sekali.
2.    Pendapat A. Hasan pendiri dan Pemimpin Pesantren Bangil (Persis) yang menerangkan bahwa bunga bank seperti di Negara kita ini bukan riba yang diharamkan, karena tidak bersifat ganda sebagaimana yang dinyatakan dalam surat Ali Imran ayat 130.
3.    Pendapat Majelis Tarjih Muhammadiyah di Sidoarjo (Jawa Timur) tahun 1968 yang memutuskan bahwa bunga bank yang diberikan oleh bank-bank Negara kepada para nasabahnya, demikian pula sebaliknya adalah termasuk syubhat atau mutasyabihat, artinya tidak/belim jelas halal haramnya. Maka sesuai dengan petunjuk Hadits, kita harus berhati-hati menghadapi masalah-masalah yang semisal ini. Karena itu, jika kita dalam keadaan terpaksa atau kita dalam keadaan hajah, artinya keperluan yang mendesak/penting barulah kita diperbolehkan bermuamalah dengan bank yang menggunakan sistem bunga bank itu dengan batasan-batasannya yang telah ditetapkan dalam agama.
Menurut Mustafa Ahmad al-Zarqa’ (Guru Besar Hukum Islam dan Hukum Perdata Universitas Syria), bahwa sistem perbankan yang kita terima sekarang ini sebagai realitas yang tak dapat kita hindari. Karenanya umat islam diperbolehkan (mubah) bermuamalah dengan bank konvensional itu atas pertimbangan dalam keadaan darurat dan bersifat sementara. Sebab umat Islam harus berusaha mencari jalan keluar dengan mendirikan bank tanpa adanya system bunga/riba, demi menyelamatkan umat Islam dari cengkraman budaya yang tidak Islami11.
Dari sini kemudian kita dapat mengetahui alasan para ulama maupun cendikiawan Muslim menganjurkan berdirinya bank Islam yakni sebagai berikut :
1.    Agar umat Islam tidak selalu berada dalam keadaan darurat dan menghindarkannya dari hal-hal yang bersifat subhat/haram
2.    Untuk menyelamatkan umat Islam dari praktek bunga, riba, rente dan sebagainya yang mengandung unsur pemaksaan atau pemerasan (eksploitasi) oleh yang berekonomi kuat terhadap yang berekonomian lemah, dan juga menghindarkan dari ketimpangan yang menjadikan si kaya makin kaya dan si miskin menjadi semakin miskin
3.    Guna melepaskan ketergantungan umat Islam terhadap bank-bank konvensional (non-Islam) yang mengandung unsur syubhat/haram, dan menyebabkan umat islam berada dibawah kekuasaan asing, yang itu membuat keterpurukan dan melemahnya ekonomi Islam, sehingga umat islam tidak dapat menerapkan ajaran agamanya secara menyeluruh dalam kehidupan pribadi maupun bermasyarakat.
4.    Untuk mengaplikasikan ketentuan kaidah fiqh, “al khuruuju minal khilafi mustahabbun” (menghindari perselisihan ulama itu sunnah hukumnya), sebab ternyata hingga kini ulama maupun para cendikiawan Muslim masih saja terjadi perbedaan pendapat tentang hukum bermuamalah, khusunya dengan bank-bank non Islam (konvensional), karena masalah bunga dan semacamnya itu masih tetap kontroversial dan tidak jelas hukumnya (haram/syubhat/halal).

F.  Kesimpulan
 Jual beli merupakan salah satu usaha menghindarkan manusia dari kesulitan dalam bermuamalah dengan hartanya. Seseorang memiliki harta di tangannya, namun dia tidak memerlukannya. Sebaliknya dia memerlukan suatu bentuk harta, namun harta yang diperlukannya itu ada ditangan orang lain. Kalau seandainya orang lain yang memiliki harta yang diingininya itu juga memerlukan harta yang ada di tangannya yang tidak diperlukannya itu, maka dapat berlaku usaha tukar menukar yang dalam istilah bahasa Arab disebut jual beli.
orang yang telah mengadakan akad jual beli dan ia masih memiliki hak khiyar, maka ia berhak untuk  membatalkan akad jual belinya walau tanpa seizing dan tanpa kerelaan lawan transaksinya, dan juga tanpa sepengetahuan lawan transaksinya, Menurut ulama Hanafiyah cara pembatalan cukup dengan lisan dengan syarat diketahui oleh pemilik barang,    baik pemilik barang rido ataupun tidak. Sebaliknya, jika pembatalan tidak diketahui oleh penjual, baik khiyarnya berasal dari penjual ataupun pembeli, pembatalan ditangguhkan sampai diketahui penjual. apabila habis waktu khiyar dan penjual tidak mengetahuinya, akad menjadi lazim. Ulama Malikiyah, Hanbaliyah, Syafi’iyah berpendapat bahwa apabila khiyar bersal dari pembeli,pembatalan dipandang sah walaupun tidak diketahui penjual.hal ini karena adanya khiyar menunjukkan bahwa penjual rela apabila pembeli membatalkan kapan saja pembeli membatalkannya.
Secara umum Ulama membagi riba itu menjadi dua macam saja, yaitu riba nasi’ah’ dan riba fadil, sedangkan riba yad dan Riba qardi termasuk ke dalam riba nasi’ah dan riba fadhl. Barang-barang yang berlaku riba padanya ialah emas,perak, dan makanan yang mengeyangkan atau yang berguna untuk yang mengenyangkan, misalnya garam. Jual beli barang tersebut, kalau sama jenisnya seperti emas dan dengan emas, gadum dengan gadum, diperlukan tiga syarat: (1) tunai, (2) serah terima, dan (3) sama timbangannya. Kalau jenisnya berlianan, tetapi ‘ilat ribanya satu, seperti emas dengan perak, boleh tidak sama tibangannya, tetapi mesti tunai dan timbang terima. Kalau jenis dan ‘ilat ribanya berlainan seperti perak dengan beras, boleh dijial bagaimana saja seperti barang-barang yang lain; berarti tidak diperlukan suatu syarat dari yang tiga itu.

Daftar Pustaka
Suhendi Hendi, Fiqih Muamalah,.PT. RajaGrafindo,.Jakarta, 2010.

Mashur khar,bulughul maram cetakan pertama,Jakarta:PT Rineka cipta,1992
Hasan ali,berbagai macam transaksi dalam islam(fiqh muamalat), JakarTa: PT.RajaGrafindo persada, 2003.

Ibnu rusydi ,bidayah al-mujtahidwa al-muqtashid,juzII,

kifayatul akhyar,1/1250.Asy-syahrul mumti’8/271.Taudhihul Ahkaam,4/362
Maulana Muhammad Ali, The Religion of Islam, Lahore, The Ahmadiyah Anjuman Isha’at Islam, 1950
Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, Jakarta, Gunung Agung, 1997, hlm. 10